Segelas Kopi, Sebungkus Rokok, dan Hari yang Sama
Seperti hari-hari biasanya, aku duduk di depan laptop, ditemani segelas kopi pahit yang mulai mendingin, dan sebungkus rokok yang perlahan berkurang isinya. Tak ada yang istimewa, dan sejujurnya, aku pun tak pernah mengharapkan ada yang benar-benar berubah.
Bagi sebagian orang, Minggu adalah hari libur, saatnya rehat dari penat, melupakan sejenak deretan tugas dan rutinitas kantor. Tapi bagi kami, konsep libur itu rasanya asing. Yang kami tahu, setiap pagi adalah tentang membuka mata, menyiapkan sarapan seadanya, lalu kembali tenggelam dalam dunia kami masing-masing.
Kadang aku lupa, ini hari apa. Kalender di dinding sudah lama tak kulirik. Rasanya semua hari berbaur menjadi satu, hanya dibedakan dari seberapa cepat matahari bergulir di atas kepala.
Ada semacam ketenangan aneh dalam rutinitas ini. Kopi yang pahit, asap rokok yang membubung pelan, dan suara ketikan keyboard yang kadang tergesa, kadang melambat, semua seolah menjadi lagu pengantar hariku. Lagu yang tak pernah benar-benar berubah nadanya.
Di sela-sela itu, sesekali muncul pertanyaan kecil dalam kepala: sampai kapan begini? Tapi seperti kebiasaan yang sudah terlanjur melekat, aku hanya mengangkat bahu, meneguk sisa kopi, lalu kembali mengetik.
Begitulah. Kami hidup bukan untuk menunggu hari libur. Kami hidup untuk terus berjalan, bahkan ketika jalan itu terasa sepi dan berdebu.
Penulis : Asse Daeng Mallongi
Tinggalkan Balasan