Jejak Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Kejagung Geledah Kantor GoTo dalam Kasus Rp9,9 Triliun di Era Nadiem
Jakarta, TrenNews.id — Upaya penegakan hukum terhadap dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir. Kali ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyasar kantor pusat PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), dalam penyidikan kasus pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang nilainya fantastis, mencapai Rp9,9 triliun.
Penggeledahan dilakukan pada Selasa, 9 Juli 2025, oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), bertempat di kantor GoTo yang berlokasi di Pasaraya Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari lokasi tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen fisik, surat-surat penting, serta barang bukti elektronik berupa flashdisk dan perangkat digital lainnya.
“Penyitaan dilakukan untuk mendalami keterlibatan pihak-pihak yang terhubung dengan proyek pengadaan Chromebook untuk digitalisasi sekolah. Kami masih memilah dan mencocokkan bukti yang ada,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, kepada awak media, dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, Sabtu (12/7/2025).
Kasus ini mencuat dari pengadaan laptop jenis Chromebook untuk program digitalisasi sekolah dasar dan menengah yang diluncurkan antara 2020 hingga 2022. Program ini dibiayai dari kombinasi Dana Alokasi Khusus (DAK) serta dana dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek, dengan total nilai mencapai hampir Rp10 triliun.
Namun, hasil evaluasi teknis internal Kemendikbudristek justru menyebutkan bahwa Chromebook tidak cocok digunakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur internet memadai. Alih-alih mengikuti rekomendasi tersebut, pengadaan tetap dijalankan, bahkan diduga terjadi pemufakatan untuk mengarahkan spesifikasi pada satu jenis sistem operasi: Chrome OS.
“Ini bukan semata soal salah pengadaan, tapi soal potensi kejahatan sistemik. Ada indikasi kuat bahwa pengadaan ini diarahkan dan disepakati secara diam-diam oleh sejumlah pihak, tanpa memerhatikan kepentingan pendidikan nasional,” kata Kuntadi.
Nama perusahaan teknologi raksasa GoTo masuk dalam pusaran kasus karena diduga terhubung dalam proses distribusi perangkat TIK tersebut melalui jaringan anak usaha, vendor, atau mitra distribusi mereka. Dalam penggeledahan, tim penyidik mengincar bukti transaksi, dokumen kerja sama, dan korespondensi elektronik yang dapat mengungkap keterlibatan perusahaan dalam proyek senyap ini.
Menanggapi penggeledahan tersebut, pihak GoTo menyatakan akan bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
“Kami menghormati langkah hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan berkomitmen untuk mendukung proses penyidikan ini secara terbuka dan transparan,” demikian pernyataan resmi dari pihak GoTo kepada media.
Kasus ini juga menyeret nama mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim. Ia telah dipanggil sebelumnya oleh penyidik dan dijadwalkan akan kembali diperiksa pada Selasa, 15 Juli 2025 mendatang sebagai saksi kunci.
Tak hanya Nadiem, beberapa staf khusus menteri, pejabat di Pusdatin, hingga pejabat pengadaan juga telah dimintai keterangan. Pemeriksaan ini difokuskan pada tahapan perencanaan, evaluasi kebutuhan, hingga proses tender pengadaan.
Sampai berita ini diturunkan, Kejagung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, penyidik memastikan bahwa proses pencocokan barang bukti dan dokumen yang disita terus berjalan intensif, dan tak menutup kemungkinan akan ada penetapan tersangka dalam waktu dekat.
Kasus ini menjadi sorotan luas karena menyentuh dua hal sensitif sekaligus: dunia pendidikan dan peran korporasi besar dalam proyek pemerintah. Selain mempertanyakan kualitas pengadaan perangkat digital untuk sekolah, publik kini juga menyoroti transparansi dan etika dalam kerja sama pemerintah dengan perusahaan teknologi swasta.
Program digitalisasi pendidikan semestinya menjadi jalan mempersempit kesenjangan akses belajar, namun jika dibajak oleh kepentingan gelap, maka hasilnya bisa menjadi ironi nasional.
Pewarta: Hendra
Editor: Andi

Tinggalkan Balasan