Minggu, 20 Juli 2025

Restorative Justice Gagal Diterapkan, Adu Jotos Mifta–Gazali Berujung Dua Tersangka

Ilustrasi

Palopo, TrenNews.id — Upaya penerapan Restorative Justice (RJ) dalam kasus adu jotos antara dua pria di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Miftahuddin alias Mifta dan Gazali, gagal tercapai. Kasus yang bermula dari kesalahpahaman itu kini terus bergulir di jalur hukum dengan status keduanya sebagai tersangka. Penanganan perkara ini pun menuai sorotan, khususnya dari tim kuasa hukum Miftahuddin.

Kronologi kejadian bermula pada 3 Juni 2025. Saat itu, Gazali datang ke rumah mantan istrinya di Kelurahan Benteng, Kecamatan Wara Selatan, Kota Palopo, untuk menjemput anaknya pada pagi hari. Di rumah tersebut, selain mantan istrinya, juga tinggal Riska mantan ipar Gazali bersama suaminya, Miftahuddin alias Mifta, yang sudah tinggal di sana sejak Oktober 2024.

Ketika itu, Mifta hendak berangkat kerja di PT Bukaka, Kecamatan Bua, dan merasa sedikit terlambat. Ia kemudian memanaskan sepeda motor sambil beberapa kali menarik gas hingga terdengar cukup keras. Suara bising itu membuat Gazali, yang berada di dalam rumah, merasa terganggu dan diduga mulai muncul rasa tersinggung. Namun, menurut keterangan pihak kuasa hukum Mifta, hal tersebut sempat diklarifikasi oleh Mifta kepada Gazali bahwa tidak ada unsur kesengajaan.

“Hingga pada saat itu, Mifta melontarkan bahasa Bugis, ‘Masiri’ mi ko sibawa iyya?’ ujar Mifta ke Gazali yang saat itu sedang di dalam mobil dengan kaca tertutup,” terang kuasa hukum Mifta saat diwawancara.

Ucapan dalam bahasa Bugis itu rupanya tidak dipahami oleh Gazali. Ia kemudian menanyakan artinya kepada mantan istrinya melalui pesan WhatsApp, “Apa maksudnya Ayah Zakir bilang u pakkasiri?” Namun, pesan tersebut tidak dibalas karena sang mantan istri justru memblokir nomor WhatsApp Gazali. Hal itu kemudian memicu dendam yang berlarut di hati Gazali.

Puncak ketegangan terjadi pada 5 Juni 2025, malam hari sekitar pukul 20.00 WITA. Saat itu, Mifta dan istrinya baru pulang mudik dari kampung halaman Mifta di Wajo. Gazali tiba-tiba datang ke rumah mantan istrinya dan menghadang Mifta di depan rumah. Adu mulut pun terjadi, disertai suara keras yang didengar oleh Riska, istri Mifta, dari dalam rumah.

Percekcokan berlanjut hingga akhirnya berujung adu jotos antara Mifta dan Gazali. Dalam perkelahian itu, Gazali mengalami luka pembengkakan dan pergeseran tulang pada persendian kaki kanannya. Sedangkan Mifta mengalami luka pendarahan di area mata kiri, dengan bercak darah muncul di bola mata putih.

“Hingga akhirnya, keduanya sempat saling memaafkan pada tanggal 7 Juni 2025. Namun pihak keluarga Gazali keberatan untuk damai, sehingga kasus ini tetap dilanjutkan,” ujar Fuad, kuasa hukum Mifta.

Kasus ini pun berlanjut ke proses hukum. Gazali lebih dulu melaporkan Mifta ke Polsek Wara, diikuti laporan balik oleh Mifta ke Polres Palopo pada 8 Juni 2025. Namun, langkah cepat penyidik Polsek Wara menetapkan Mifta sebagai tersangka pada 7 Juni 2025 menjadi perhatian keluarga Mifta dan tim kuasa hukumnya.

Kasat Reskrim Polres Palopo, IPTU Syahrir, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Gazali dilakukan setelah melalui penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi, hasil visum et repertum dari RSUD Palemmai Tandi, serta gelar perkara. “Proses penyidikan berjalan lancar tanpa hambatan. Selanjutnya, penyidik akan memeriksa tersangka dan segera mengirim berkas perkara ke kejaksaan,” ujarnya.

Kasi Humas Polres Palopo, AKP Supriadi, juga menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

Namun, kuasa hukum Mifta menilai penanganan di Polsek Wara tidak berimbang. “Bahwa menurut kami, proses laporan polisi di Polres Palopo yang diajukan oleh klien kami pada tanggal 8 Juni 2025, dan ditetapkan sebagai tersangka pada gelar perkara kedua pada tanggal 7 Juli 2025, sudah sesuai dengan prosedur dan telah terpenuhi secara objektif dengan minimal dua alat bukti yang cukup,” jelas Fuad Ardhi, Sabtu (19/7/2025).

Ia juga mengkritisi proses di Polsek Wara. “Tidak seperti laporan yang dilakukan oleh pihak Gazali di Polsek Wara, yang di mana LP sampai penetapan tersangka hingga melakukan penahanan pada klien kami sangat tidak berdasar dan tidak masuk akal prosesnya. Sehingga kami menduga adanya backingan pada LP tersebut yang dibuat oleh pihak Gazali,” tegas Fuad dalam klarifikasinya kepada awak media, Sabtu (19/7/2025).

Fuad menambahkan, kesalahpahaman dalam bahasa Bugis itulah yang menjadi awal konflik. Ia berharap ada ruang damai melalui mekanisme Restorative Justice, mengingat antara Mifta dan Gazali masih memiliki hubungan keluarga.

“Bahwa kami selaku PH dari Miftahuddin sangat menginginkan adanya Restorative Justice (RJ) atau perdamaian di kedua belah pihak, karena ini merupakan perkelahian yang pada awalnya merupakan salah paham. Serta klien kami dan Gazali merupakan keluarga, dalam hal ini lago-lago,” pungkas Fuad.

Hingga kini, proses hukum tetap berjalan tanpa adanya kesepakatan damai, meskipun kedua belah pihak sempat saling memaafkan.

Pewarta: Fadly
Editor: Andi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini