Dunia Ini Penghuninya Tiap Hari Berganti, yang Tertinggal Hanya Jejak dan Kenangan
TrenNews.id – Dunia ini berputar tanpa jeda. Setiap hari ia melahirkan yang baru dan memakamkan yang lama. Di satu tempat terdengar tangis bayi yang lahir, di tempat lain terdengar isak keluarga yang kehilangan. Begitulah kehidupan, sebuah arus tanpa henti, yang mengalir dari datang menuju pergi. Dunia bukan tempat menetap, melainkan tempat singgah sementara. Penghuninya silih berganti, dan yang tertinggal hanyalah jejak dan kenangan.
Kita hidup di tengah pusaran waktu yang tak pernah berhenti. Apa yang kita miliki hari ini akan menjadi kenangan esok hari. Orang yang hari ini kita temui, mungkin esok hanya akan tinggal nama. Rumah yang kita bangun, jabatan yang kita pegang, bahkan tubuh yang kita rawat dengan sepenuh hati semuanya akan ditinggalkan.
Namun, sesuatu yang tidak bisa hilang begitu saja adalah jejak yang kita torehkan di hati manusia lain, dan amal yang kita persembahkan dengan tulus. Itulah yang akan bertahan melampaui usia, bahkan setelah tanah menutup tubuh kita.
Dr. ‘Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan menulis,
“Hidup ini terlalu singkat untuk disesali. Maka tinggalkanlah sesuatu yang baik agar hidupmu dikenang dalam kebaikan.”
Kalimat itu mengandung nasihat dalam yang sejalan dengan pandangan para sufi, hidup adalah perjalanan singkat antara dua ketiadaan, sebelum lahir dan setelah mati. Kita diberi waktu hanya sekejap untuk mengisi ruang di antara keduanya. Maka yang terpenting bukan berapa lama kita hidup, tetapi apa yang kita tinggalkan setelah hidup.
Setiap hari dunia ini menyambut penghuni baru dan melepaskan yang lama. Setiap hari ada yang menambah kehidupan, dan ada yang menuntaskan perjalanan. Kita semua adalah pengunjung di penginapan bernama dunia, datang bergiliran, pergi tanpa bisa menolak. Tidak ada yang bisa menawar waktu, sebab ia berjalan tanpa menoleh.
Dalam pandangan spiritual, manusia sejatinya bukan hanya makhluk jasmani, tetapi juga makhluk yang meninggalkan getar ruhani. Setiap kebaikan, setiap senyum, setiap keikhlasan semua itu menorehkan jejak batin yang abadi.
Jejak ini tak terlihat oleh mata, namun dirasakan oleh hati. Mungkin kita tidak pernah sadar, tapi satu kalimat lembut yang kita ucapkan bisa menenangkan hati seseorang di masa sulitnya. Satu sedekah kecil bisa mengubah nasib orang lain. Itulah jejak yang tak akan pernah hilang, sekalipun tubuh kita sudah tak lagi ada di dunia.
Sebaliknya, ada pula jejak buruk, luka yang kita tinggalkan di hati orang lain, kata yang menyakiti, atau sikap yang merendahkan. Semua itu juga akan tetap tertulis, sebab bumi menyimpan setiap pijakan langkah manusia.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan Kami tulis apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”
(QS. Yasin: 12)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap amal, bahkan bekas langkah kita, tidak akan lenyap. Ia akan tetap dicatat menjadi saksi di hari ketika manusia dihadapkan pada seluruh perbuatannya.
Bagi seorang yang berjiwa tasawuf, kematian bukan sesuatu yang menakutkan, melainkan gerbang menuju pertemuan dengan Kekasih Sejati. Dunia hanyalah tempat persinggahan yang harus dilalui dengan kesadaran. Karena itu, orang-orang beriman tidak sibuk mempercantik singgahan, tetapi menyiapkan diri untuk pulang.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengingatkan, “Manusia sibuk membangun dunia, seolah akan tinggal selamanya. Padahal ia diciptakan untuk berpindah, bukan menetap.”
Kalimat ini menggambarkan betapa sering kita lupa pada tujuan hidup yang hakiki. Kita berlari mengejar dunia yang fana, sementara akhirat yang kekal sering kita abaikan.
Padahal, semua yang ada di dunia ini hanyalah pinjaman. Harta, pangkat, bahkan orang-orang yang kita cintai, semuanya akan kembali kepada Pemiliknya. Satu per satu akan pergi, meninggalkan ruang kosong yang hanya bisa diisi dengan doa dan kenangan.
Namun jika kita pernah berbuat baik, pernah menebar kasih, pernah menolong sesama, maka sesungguhnya kita tidak pernah benar-benar hilang. Kita tetap hidup dalam doa orang-orang yang mengenang kita, dan dalam pahala yang terus mengalir dari amal yang pernah kita tanam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hiduplah di dunia seakan-akan engkau seorang musafir, atau orang asing.” (HR. Bukhari)
Seorang musafir tidak membawa beban terlalu banyak. Ia hanya membawa yang perlu untuk perjalanan. Demikianlah seharusnya manusia memandang dunia tidak terlalu melekat, tidak terlalu berat. Sebab segala yang kita genggam pada akhirnya akan kita lepaskan juga.
Maka hiduplah seperti musafir yang meninggalkan cahaya. Datang dengan niat baik, meninggalkan dunia dengan senyum. Jadikan setiap langkah berarti, setiap kata bernilai, dan setiap pertemuan menjadi keberkahan. Karena tidak ada yang lebih indah dari meninggalkan dunia dengan jejak yang dirahmati Tuhan.
Dunia ini penghuninya berganti setiap hari. Tak ada yang kekal, bahkan nama besar pun akan pudar. Tapi yang tak akan pernah hilang adalah amal yang dilakukan dengan hati yang ikhlas.
Kita mungkin dilupakan oleh manusia, tapi tidak oleh langit. Setiap kebaikan, sekecil apa pun, akan kembali kepada kita, entah dalam bentuk doa, keberkahan, atau ketenangan yang Tuhan limpahkan.
Sebagaimana ditulis dalam La Tahzan:
“Janganlah bersedih atas kefanaan dunia, karena kebahagiaan sejati tidak terletak pada lamanya hidup, melainkan pada baiknya amal.”
Maka, selama napas masih berhembus, tanamlah kebaikan walau sekecil biji sawi. Karena ketika kita pergi, dunia akan tetap berputar, tapi jejak amal itu akan tetap tertulis di langit.
Dunia ini memang berganti setiap hari,
tetapi jejak kebaikanmu tidak akan pernah tergantikan.
Redaksi

Tinggalkan Balasan