Keruk Hutan Lindung 122 Hektare, HAMI Sultra–Jakarta Desak Kejagung Periksa Direktur PD Aneka Usaha Kolaka
Jakarta, TrenNews.id – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mengungkap adanya aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PD Aneka Usaha Kolaka di dalam kawasan hutan lindung Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Aktivitas tersebut berpotensi dikenai sanksi denda administratif dengan nilai fantastis mencapai Rp1,19 triliun.
Temuan Satgas PKH mencatat, perusahaan umum milik daerah (Perumda) Kolaka itu diduga telah melakukan perambahan kawasan hutan seluas 122,64 hektare tanpa mengantongi izin resmi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Atas temuan tersebut, Himpunan Aktivis Mahasiswa Indonesia Sulawesi Tenggara (HAMI Sultra) mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan PD Aneka Usaha Kolaka yang diduga melanggar ketentuan pembayaran denda administratif PNBP PPKH senilai Rp1,19 triliun.
Presidium HAMI Sultra, Irsan Aprianto, menjelaskan bahwa hingga kini PD Aneka Usaha Kolaka diduga belum melunasi denda administratif sebagaimana diwajibkan dalam SK Menteri LHK Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023, namun tetap melanjutkan aktivitas penambangan.
“Tindakan ini jelas melanggar Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021,” tegas Irsan, Minggu (28/12/2025).
Selain itu, PD Aneka Usaha Kolaka juga diduga telah mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2023–2026, meski belum menyelesaikan kewajiban administratifnya. Bahkan, HAMI Sultra menemukan indikasi aktivitas penambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) tanpa dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Aktivitas tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan setiap pemegang IUP memiliki izin penggunaan kawasan hutan sebelum melakukan operasi produksi.
Besaran denda administratif senilai Rp1.194.783.390.856,85 dihitung berdasarkan ketentuan PP Nomor 24 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja, guna memulihkan kerugian negara di sektor kehutanan.
Atas dasar itu, HAMI Sultra mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), untuk segera memanggil dan memeriksa pimpinan PD Aneka Usaha Kolaka berinisial ARMN.
“Ini bukan sekadar perambahan hutan, tetapi pelanggaran serius terhadap regulasi pertambangan nasional. Setiap pihak yang mengangkangi hukum wajib ditindak tegas,” ujar Irsan.
Ia juga menambahkan bahwa kasus ini semakin memperpanjang daftar persoalan hukum PD Aneka Usaha Kolaka, menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tenggara tahun 2024. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan ketidaksesuaian tata kelola arus kas yang berdampak pada bagi hasil perusahaan kepada Pemerintah Kabupaten Kolaka, serta perubahan mekanisme pembayaran mitra Kerja Sama Operasi (KSO) yang dinilai mencurigakan.
Selain dugaan pelanggaran pidana pertambangan, HAMI Sultra juga menyoroti potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yang memuat ancaman pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Seluruh rangkaian temuan ini akan kami laporkan secara resmi ke Kejaksaan Agung sebagai dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU di sektor pertambangan dan pengelolaan sumber daya alam,” pungkas Irsan.
Pewarta: IAR


Tinggalkan Balasan