Jumat, 27 Desember 2024

Praktek Politik Uang di Sultra Masih Mendominasi, KPK Serukan Hajar Serangan Pajar

Ilustrasi Pilkada 2024

LASUSUA, TRENNEWS.ID – Praktik politik uang dalam kontestasi politik telah menjadi hal yang umum dan membudaya, mempengaruhi sistem demokrasi, serta menyebabkan tingginya biaya politik. Istilah “Pelemparan atau Serangan Pajar” di Sulawesi Tenggara kembali populer menjelang pemilihan kepala daerah 2024 dan sering dikaitkan dengan politik uang.

Pilkada di Sulawesi Tenggara masih dipengaruhi kekuatan uang. Diperkirakan setiap peserta pemilu harus mengeluarkan 30 – 50 Miliar lebih untuk bersaing di kontestasi pemilihan kepala daerah.

Menghadapi hal ini, “Hajar Pelemparan atau Serangan Pajar” kembali digencarkan, termasuk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memberikan edukasi khusus terkait serangan fajar karena tindakan ini bertentangan dengan hukum. KPK berharap masyarakat memahami dampak negatif dari politik uang dan serangan fajar.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai serangan fajar yang marak terjadi menjelang pemilu 2024.

Menurut Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, “Serangan Fajar” merupakan istilah populer dari praktik politik uang. Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Pasal 187 A ayat 1-2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serangan fajar tidak terbatas hanya pada pemberian uang, tetapi juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau barang lain yang bernilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan.

Sesuai Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018, bahan kampanye yang diperbolehkan meliputi selebaran, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat makan/minum, kalender, kartu nama, pin, dan alat tulis. Nilai setiap bahan kampanye ini jika dikonversikan tidak boleh lebih dari Rp 60.000.

Dampak Serangan Fajar
1. Kerugian Lima Tahun
Pemilih dapat menderita kerugian selama lima tahun masa jabatan karena janji-janji politik dari pelaku serangan fajar belum tentu ditepati, terutama jika politisi lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

2. Memicu Korupsi
Kandidat yang terlibat dalam serangan fajar sering kali akan melakukan tindakan korupsi setelah terpilih untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama kampanye.

3. Merusak Demokrasi
Serangan fajar merusak prinsip dasar demokrasi yang seharusnya menjamin pemilihan yang bebas dan adil. Ketika politik uang dimainkan, hak pilih tidak lagi mencerminkan aspirasi dan kehendak masyarakat. Pemilu yang seharusnya berdasarkan kualitas dan visi, justru berubah menjadi proses di mana suara dibeli dengan imbalan uang atau barang. Ini membuat pemilih kehilangan hak untuk memilih dengan jujur sesuai nurani, dan demokrasi pun tercederai.

4. Menurunkan Legitimasi Pemilu
Politik uang, termasuk serangan fajar, menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Ketika praktik curang ini berlangsung secara masif, hasil pemilu dianggap tidak lagi sah atau mencerminkan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Hal ini menurunkan legitimasi pemimpin terpilih di mata masyarakat, karena kemenangan mereka dianggap didapatkan melalui kecurangan. Legitimasi yang rendah bisa mempengaruhi stabilitas politik dan kepercayaan publik pada pemerintahan yang baru.

5. Menambah Biaya Politik
Serangan fajar juga berkontribusi terhadap peningkatan biaya politik, karena kandidat harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli suara. Ketika biaya politik meningkat, partisipasi dalam politik pun semakin sulit dijangkau oleh calon yang mungkin memiliki kualitas dan integritas tetapi tidak memiliki sumber daya finansial.

Serangan fajar tidak menjamin kemenangan bagi kandidat atau partai politik. Pemilih saat ini lebih pragmatis-mereka mungkin menerima uang tetapi tidak memilih kandidat yang menawarkan uang tersebut. Karena itu, hak memilih sesuai hati nurani tetap sangat penting, dan suara pemilih tidak boleh dibeli.

Berikut beberapa sanksi yang terkait dengan praktik politik uang menurut undang-undang pemilu dan pilkada:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini