Aktif Mengeruk 122 Hektare Hutan Lindung, HAMI SULTRA–Jakarta Desak Kejagung Periksa Direktur PD Aneka Usaha Kolaka
Jakarta, TrenNews — Himpunan Aktivis Mahasiswa Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (SULTRA) Jakarta menyatakan akan melaporkan dugaan aktivitas pertambangan nikel ilegal yang dilakukan PD Aneka Usaha Kolaka (AUK) ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
HAMI SULTRA mendesak Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) agar segera menuntaskan dugaan penambangan ilegal PD AUK di Kabupaten Kolaka. Aktivitas tersebut diduga telah merambah kawasan hutan dengan total bukaan mencapai 340 hektare, termasuk sekitar 122 hektare di kawasan hutan lindung dan/atau hutan produksi (HPK/HPT), yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp1,19 triliun.
Presidium HAMI SULTRA, Irsan Aprianto, menjelaskan bahwa PD Aneka Usaha Kolaka anak perusahaan Perumda Kolaka yang bergerak di sektor nikel diduga melakukan eksploitasi dan/atau eksplorasi dengan luasan bukaan kawasan sekitar 340 hektare. Dari luasan tersebut, sekitar 122 hektare diduga masuk ke kawasan hutan lindung dan hutan produksi tanpa mengantongi izin resmi penggunaan kawasan hutan.
Menurut HAMI, perusahaan juga diduga belum membayarkan denda administratif PNBP Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) senilai Rp1.194.783.390.856,85, sebagaimana diwajibkan dalam SK Menteri LHK Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023, namun masih tetap melanjutkan aktivitas penambangan.
Tindakan tersebut dinilai melanggar Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021. Selain itu, HAMI juga menyoroti dugaan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2023–2026 yang dicurigai sebagai upaya memuluskan aktivitas penambangan di kawasan hutan produksi konversi.
Berdasarkan data yang dihimpun, PD Aneka Usaha Kolaka juga masuk dalam daftar pelanggar karena melakukan perambahan hutan seluas 122,64 hektare tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan kepemilikan IPPKH/PPKH sebelum operasi.
HAMI SULTRA menilai aktivitas penambangan tanpa izin ini berpotensi menyebabkan deforestasi, sedimentasi, kerusakan biodiversitas, serta mempercepat perubahan iklim. Selain persoalan izin kawasan hutan, PD AUK juga diduga belum memenuhi kewajiban lingkungan, seperti penempatan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Dana Pasca Tambang.
Berdasarkan data Mineral One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, kepemilikan PD Aneka Usaha Kolaka tercatat atas nama Armansyah, S.E.
Atas rangkaian temuan tersebut, HAMI SULTRA mendesak Kejaksaan Agung agar segera memanggil dan memeriksa pimpinan PD Aneka Usaha Kolaka terkait dugaan aktivitas pertambangan di kawasan hutan tanpa dokumen IPPKH/PPKH. HAMI juga menyatakan akan melampirkan seluruh temuan sebagai laporan dugaan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di sektor pertambangan.
Desakan ini turut diperkuat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tenggara tahun 2024 yang menyoroti ketidaksesuaian tata kelola arus kas serta perubahan mekanisme pembayaran mitra Kerja Sama Operasi (KSO) yang dinilai mencurigakan.
“Ini bukan sekadar perambahan hutan, melainkan pelanggaran serius terhadap regulasi pertambangan nasional. Setiap pihak yang mengangkangi hukum harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” tegas Irsan Aprianto.
Pewarta: IAR


Tinggalkan Balasan