Kekayaan Alam Kolaka Utara, Untuk Masyarakat Lokal atau Investor?
TrenNews.id, Opini – Kolaka Utara adalah tanah yang diberkahi. Dari pegunungan hingga pesisirnya, tersimpan potensi sumber daya alam yang luar biasa, terutama kandungan ore nikel yang melimpah. Sejatinya, kekayaan ini semestinya menjadi berkah yang meneteskan kesejahteraan bagi masyarakat lokal, terutama para pemilik lahan dan penambang kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari rahim bumi sendiri. Namun, realitas di lapangan menunjukkan kenyataan yang jauh dari harapan.
Hampir seluruh lahan pertambangan di Kolaka Utara kini dikuasai oleh investor dari luar daerah. Mereka datang dengan modal besar, perizinan lengkap, dan jaringan kuat di pusat kekuasaan. Di sisi lain, masyarakat lokal hanya menjadi penonton di tanah sendiri, bahkan untuk sekadar mengais remah keuntungan dari kekayaan daerahnya pun sering kali penuh rintangan.
Ironisnya, kesempatan yang diberikan kepada penambang lokal sering kali tidak lebih dari formalitas belaka. Harga pembelian ore nikel yang ditawarkan tidak masuk akal, terlalu murah untuk menutup biaya produksi, apalagi untuk mengangkat taraf hidup. Proses pembelian pun berbelit, diwarnai permainan harga dan waktu yang melelahkan. Ketika masyarakat ingin menjual hasil tambangnya, mereka justru dihadapkan pada sistem yang menekan dan memperkaya pihak yang sudah kuat sejak awal.
Kondisi ini menunjukkan ketimpangan yang nyata, kekayaan alam Kolaka Utara seolah lebih banyak menjadi sumber keuntungan bagi investor luar ketimbang menjadi penopang ekonomi rakyat lokal. Padahal, jika pemerintah daerah mampu menegakkan kebijakan yang berpihak dan mengatur pola kemitraan yang adil, nikel Kolaka Utara bisa menjadi lokomotif kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar komoditas yang menguntungkan segelintir orang.
Lalu pertanyaannya, seberapa besar sebenarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk ke kas daerah dari aktivitas tambang nikel ini? Apakah sepadan dengan besarnya potensi alam yang terkuras setiap hari? Selama ini, masyarakat jarang mendapat informasi transparan mengenai berapa kontribusi riil sektor pertambangan terhadap PAD Kolaka Utara. Jika hasil bumi mengalir deras ke luar daerah, sementara kontribusinya bagi kas daerah hanya setetes, maka ada yang perlu dikaji ulang.
Lebih lanjut, bagaimana regulasi yang mengatur tata kelola pendapatan daerah dari sektor pertambangan? Apakah pemerintah daerah memiliki kewenangan yang cukup untuk menarik retribusi, pajak, atau bagi hasil dari perusahaan tambang yang beroperasi? Ataukah seluruh mekanisme pengelolaan dan penerimaan pendapatan dikuasai oleh pemerintah pusat, sehingga daerah hanya menerima bagian kecil yang tersisa? Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab agar masyarakat tahu sejauh mana kekayaan alam mereka benar-benar berkontribusi terhadap pembangunan lokal.
Sudah saatnya pemerintah daerah meninjau ulang pola pengelolaan sumber daya alam ini. Diperlukan keberpihakan nyata terhadap masyarakat lokal baik dalam bentuk regulasi, kemitraan, maupun penguatan kapasitas ekonomi masyarakat penambang dan pemilik lahan. Daerah yang kaya sumber daya alam semestinya tidak melahirkan rakyat yang miskin.
Kolaka Utara tidak kekurangan potensi, tetapi selama pengelolaan kekayaan alamnya dibiarkan didominasi investor luar tanpa keseimbangan kepentingan, maka yang akan tersisa hanyalah lubang-lubang tambang dan generasi lokal yang kehilangan haknya atas tanah sendiri.
Kekayaan alam seharusnya menjadi anugerah, bukan kutukan. Dan tugas pemimpin daerah hari ini adalah memastikan bahwa hasil bumi Kolaka Utara benar-benar dinikmati oleh masyarakat Kolaka Utara, bukan hanya oleh mereka yang datang dengan modal besar, lalu pergi meninggalkan kerusakan. Karena di balik setiap ton nikel yang diangkut keluar daerah, tersimpan harapan masa depan anak-anak Kolaka Utara yang mestinya ikut menikmati hasil bumi dari tanah kelahirannya sendiri.
Penulis: Asse
Founder TrenNews.id

Tinggalkan Balasan