Rabu, 16 Juli 2025

Kolaka Utara Tanpa Pelabuhan dan Bandara: Kemandirian Ekonomi yang Masih Tertunda

Ilustrasi

KOLAKA UTARA adalah salah satu daerah yang lahir dari semangat pemekaran, dengan harapan mampu mempercepat pembangunan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun setelah lebih dari dua dekade berdiri, masih banyak kebutuhan dasar yang belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu yang paling mencolok adalah belum adanya pelabuhan laut dan bandara udara yang representatif.

Ketika dua simpul utama transportasi ini belum tersedia, sesungguhnya Kolaka Utara masih berjalan dengan kaki yang pincang. Ia kaya potensi, tapi miskin akses. Ia subur dalam hasil pertanian, perikanan, hingga potensi pariwisata, namun terkurung dalam keterbatasan logistik yang membuat pertumbuhan ekonominya tertinggal dibanding wilayah lain.

Saat ini, setiap aktivitas keluar-masuk barang maupun orang dari Kolaka Utara masih sangat bergantung pada daerah tetangga. Komoditas pertanian seperti kakao, kelapa, dan hasil kebun rakyat lainnya harus dibawa jauh ke Kolaka atau Kendari sebelum bisa dijual ke pasar lebih besar. Begitu pula dengan produk UMKM yang memiliki potensi ekspor, namun kesulitan menembus pasar karena terbatasnya akses logistik.

Warga yang ingin bepergian ke luar daerah pun harus menempuh perjalanan panjang ke bandara di Kolaka atau ke pelabuhan besar di wilayah lain. Ini bukan hanya menyita waktu dan tenaga, tetapi juga menambah biaya ekonomi keluarga. Dalam jangka panjang, kondisi ini menghambat mobilitas sosial dan memperlambat laju pertumbuhan daerah.

Penting untuk kita sadari bersama bahwa infrastruktur bukan sekadar proyek pembangunan fisik, melainkan fondasi dari kemandirian ekonomi. Tanpa pelabuhan dan bandara, Kolaka Utara hanya menjadi titik distribusi kecil dalam rantai ekonomi yang dikendalikan dari luar. Daerah ini tidak punya kontrol terhadap jalur distribusi barangnya sendiri.

Ketiadaan pelabuhan dan bandara membuat Kolaka Utara tidak bisa menentukan nasib ekonominya secara mandiri. Harga-harga kebutuhan pokok menjadi lebih mahal karena biaya angkut yang tinggi. Sementara itu, hasil produksi lokal pun kehilangan daya saing karena biaya logistik yang tidak efisien.

Kolaka Utara sejatinya memiliki posisi geografis yang strategis. Ia berbatasan langsung dengan Teluk Bone, yang bisa menjadi pintu masuk perdagangan laut. Daerah pesisir seperti Kecamatan Tolala dan Batu Putih menyimpan potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi pelabuhan rakyat atau pelabuhan logistik regional. Demikian pula dengan wilayah daratan yang cukup luas dan relatif landai, berpotensi dikembangkan menjadi bandara perintis yang membuka jalur konektivitas udara.

Tanpa akses udara dan laut, mustahil Kolaka Utara dapat bersaing secara ekonomi. Investor akan berpikir dua kali untuk menanamkan modal. Pelaku usaha lokal akan kesulitan menembus pasar nasional. Sementara anak muda dengan potensi besar terpaksa merantau untuk mencari akses pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

Membangun pelabuhan dan bandara di Kolaka Utara bukan soal ambisi proyek, melainkan soal arah pembangunan. Ini tentang membuka isolasi, menjemput pertumbuhan, dan memastikan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang. Pelabuhan dan bandara adalah pintu masuk kemajuan.

Karena itu, pemerintah daerah harus menjadikan pembangunan ini sebagai prioritas utama dalam perencanaan jangka menengah dan panjang. Perlu dilakukan studi kelayakan secara komprehensif, penyiapan lahan, dan lobi serius ke pemerintah provinsi maupun pusat. Skema kerja sama dengan pihak swasta (KPBU) juga perlu dijajaki untuk mempercepat realisasinya.

Sudah terlalu lama Kolaka Utara hanya menjadi penonton dalam gerak cepat pembangunan Sulawesi Tenggara. Sudah waktunya masyarakat daerah ini merasakan manfaat langsung dari pembangunan yang merata. Tidak ada daerah yang akan benar-benar maju jika hanya mengandalkan jalan darat yang panjang dan mahal.

Masyarakat dan tokoh-tokoh lokal harus bersuara lebih keras, memperjuangkan agar pembangunan pelabuhan dan bandara tidak lagi sebatas wacana di atas kertas. Aspirasi ini harus dikawal agar menjadi prioritas anggaran, bukan sekadar janji politik menjelang pemilu.

Ketika suatu daerah tidak memiliki pelabuhan dan bandara, maka sesungguhnya ia belum sepenuhnya mengatur urat nadi ekonominya sendiri. Kolaka Utara hari ini masih berada dalam posisi itu. Tanpa akses laut dan udara, pertumbuhan akan selalu tertinggal, dan ketimpangan antarwilayah akan semakin lebar.

Sudah saatnya kita menyadari, kemandirian ekonomi tidak akan lahir tanpa infrastruktur dasar. Dan Kolaka Utara berhak untuk tumbuh, berkembang, dan berdiri di atas kakinya sendiri melalui pintu pelabuhan yang terbuka dan langit bandara yang menyambut.

Redaksi TrenNews.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini