Minggu, 8 September 2024

LBH Nusa Komodo Minta Polres Mabar Jangan Mengurus Kasus Sengketa Pers

Direktur Lambat Bantuan Hukum Nusa Komodo,Marsel Nagus Ahang,S.H
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Komodo, Marsel Nagus Ahang, S.H

Adapun percakapan melalui chatt WhatsApp sebagai berikut setelah mengirim gambar tersebut ke Saudara Wemi Sutanto.

Wemi : “Apa ini om?”

Eras : “Yg ini juga mau bahas ko”
Wemi : ”iya om…ini apa?”
Eras : “surat dari dinas penanaman modal utk ite”
Wemi : “kok bisa ite yg terima surat itu?”
Eras : “kebetulan kami lagi di kantor pas pegawai dari dinas datang antar”
Wemi : “iya om…itu yg sy tny om….kok bisa surat utk sy tp kok ite yg terima?”
Eras : “bukan saya yg terima….”
Wemi : “Nkrabo….td sy kira ite yg antar surat itu ke sy”
Eras : “bukan, saya masih tunggu ite di kantor..”
Eras : “Ko ite jadi balik ke kantor lagi….Biar saya tidak tunggu lama?”
Wemi : “Nkrabo sy masi di luar om”
Eras : “Ite jam berapa balik ko, saya jam 5 mau ke Lembor”
Wemi : “Ini sy mau balik kantor”
Eras : “Siap”

Begitu Wemi Sutanto tiba di kantor, Ia memanggil kedua staf untuk masuk ke ruangannya, tak lama setelah itu salah satu stafnya memanggil saya dan teman saya Andi untuk masuk ke ruangan Wemi.

“Tiba di ruangan, Wemi pun bertanya kepada stafnya perihal siapa yang mengambil gambar surat yang dikirim kepadanya. Staf tersebut menunjuk ke saya, lalu saya menyahutnya benar bahwa saya yang mengambil gambar itu atas ijin mereka. Di waktu yang sama Wemi bertanya lagi ke stafnya,siapa yang mengijinkan mereka memfoto surat itu, lalu stafnya menjawab maaf pak kami mengijinkannya”, jelas Eras

Eras menjelaskan bahwa saat itu Ia langsung menanyakan kesediaan Wemi Sutanto untuk memulai wawancara dan meminta ijin untuk merekam proses wawancara tersebut, akan tetapi Wemi meminta untuk diskusi biasa saja.

“Tidak usah direkam, tidak usah wawancara, kita diskusi biasa saja,lalu diapun berkata lagi “ya seperti di pemberitaan di media-media itu.”Setelah Wemi menjawab seperti itu, saya dan Andi bergegas untuk pamit pulang, karena saat itu saya buru-buru menuju ke Lembor”,ujarnya.

Tiba-tiba pada tanggal 1 maret 2024 Eras Tengajo menerima surat undangan klarifikasi dari Polres Manggarai Barat sebagai saksi untuk mengambil keterangan yang dilaporkan oleh Wemi Sutanto terkait dugaan tindak pidana penyebaran data pribadi. Kemudian Eras pun hadir sesuai waktu yang telah ditentukan dalam undangan.

“Kurang lebih 16 pertanyaan disampikan ke saya. Pada tanggal 21 Mei 2024, saya mendapatkan surat panggilan kedua dari Polres Manggara Barat dengan nomor: SP.Gil/164/V/2024/Sat. Reskrim. Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana harus dilakukan Tindakan hukum berupa pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar keterangannya sebagai saksi. Saya telah menghadap sesuai jadwal yang tertuang dalam surat panggilan.

Pada tanggal 29 Mei 2024, saya kembali mendapatkan surat panggilan ke-tiga untuk permintaan keterangan tambahan dari Polres Manggarai Barat dengan nomor: SP.Gil/173/V/2024/Sat. Reskrim”,beber Eras.

Eras mengaku bahwa atas nama pekerja jurnalistik, Ia merasa ini adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap kebebasan pers dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik dan Ia merasa tidak melanggar sesuai kode etik jurnalistik.

“Saya memotret amplop surat tersebut atas seijin dari kedua staf dari Wemi Sutanto. Namun terlepas dari itu, dokumen yang saya potret (Amplop Surat Yang Dikirim Ke WhasAppp Wemi Sutanto) belum pernah dipublikasikan kepada pihak lain”,jelasnya.

Eras menuturkan bahwa dalam rangkaian proses hukum yang Ia hadapi saat ini kiranya Polres Mabar dapat mempertimbangkan dengan baik dan tetap mematuhi nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dan POLRI Tentang Perlindungan Kemerdekaan Pers serta Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. (Kordianus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini