Mahasiswa UIC Korban Kekerasan Pejabat Publik: BEM UIC Tuntut Kemendagri Pecat PJ Bupati Buton Selatan
Jakarta, TrenNews.id – Dunia akademik dan masyarakat sipil kembali dikejutkan oleh tindakan tidak terpuji dari seorang pejabat publik. Insiden kekerasan yang melibatkan PJ Bupati Buton Selatan, Ir. Ridwan Badallah, terhadap mahasiswa Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, telah memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIC.
Menurut laporan, insiden ini terjadi pada 12 Januari 2025. Irshan Aprianto Ridham, seorang mahasiswa UIC, didatangi oleh Ridwan Badallah dan beberapa orang lainnya di tempat tinggalnya di Rawamangun, Jakarta Timur. Tanpa alasan yang jelas, Ridwan langsung melakukan tindakan kekerasan fisik dengan menampar Irshan. Setelah itu, korban dibawa ke sebuah warkop untuk merekam video klarifikasi terkait pamflet unjuk rasa yang telah beredar. Dalam video tersebut, Irshan terlihat berada di bawah tekanan dan intimidasi dari kelompok yang menyertai Ridwan.
Muhammad Rahim, Kementerian Luar Negeri BEM UIC, menyatakan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia sekaligus bentuk penghinaan terhadap nilai-nilai demokrasi. “Tindakan ini menunjukkan sikap represif seorang pejabat publik yang jelas tidak pantas. Kekerasan dan intimidasi semacam ini merusak kebebasan berpendapat yang menjadi hak konstitusional setiap warga negara,” tegas Rahim, Senin (13/1/2025).
Rahim juga menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan arogansi kekuasaan yang tidak sesuai dengan amanah seorang pejabat negara. Ia mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk segera mencopot Ridwan Badallah dari jabatannya. “Kami tidak akan tinggal diam. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai kepemimpinan dan demokrasi di Indonesia,” tambahnya.
Dalam kronologi yang dirilis oleh BEM UIC, Ridwan diduga menggunakan cara-cara intimidasi untuk memaksa Irshan merekam video klarifikasi. Video tersebut dianggap tidak valid karena dibuat di bawah tekanan. Selain pelanggaran etika, tindakan Ridwan juga dinilai melanggar hukum pidana, terutama pasal-pasal terkait ancaman dan kekerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tinggalkan Balasan