Sabtu, 13 Desember 2025

Mengapa Kepala Desa Takut Diawasi oleh Warga?

Agung Ch

OPINI – Baru-baru ini, fenomena kepala desa yang menunjukkan sikap defensif bahkan reaktif ketika mendapat pengawasan dari warganya kian sering terjadi. Pertanyaan-pertanyaan kritis seputar penggunaan anggaran desa kerap dipersepsikan sebagai serangan pribadi, bukan sebagai bagian dari hak publik atas transparansi dan akuntabilitas. Padahal, dalam sistem pemerintahan yang demokratis, pengawasan warga adalah elemen penting untuk memastikan tata kelola desa berjalan dengan baik. Lalu, apa yang sebenarnya membuat sebagian kepala desa merasa gerah ketika diawasi?

Pertama, masih banyak kepala desa yang memandang pengawasan sebagai bentuk ketidakpercayaan atau serangan terhadap integritas pribadi mereka. Cara pandang ini keliru. Pertanyaan warga bukanlah bentuk permusuhan, melainkan ekspresi kepedulian dan hak konstitusional masyarakat untuk mengetahui bagaimana dana publik dikelola.

Kedua, rendahnya pemahaman tentang prinsip transparansi pemerintahan turut menjadi faktor utama. Tidak sedikit kepala desa yang belum menyadari bahwa jabatan publik menuntut keterbukaan. Data dan informasi desa bukanlah rahasia negara yang harus ditutup rapat, melainkan informasi publik yang wajib disampaikan secara jelas dan bertanggung jawab.

Ketiga, rasa takut akan terbongkarnya kesalahan administrasi atau penyimpangan juga menjadi alasan yang tidak bisa diabaikan. Administrasi yang tidak tertib, laporan keuangan yang tidak rapi, hingga pelaksanaan proyek yang tidak jelas kerap membuat kepala desa merasa terancam ketika warga mulai aktif bertanya dan meminta penjelasan.

Keempat, kuatnya budaya birokrasi lama masih membekas di tingkat desa. Dalam pola pikir ini, pemimpin dianggap sebagai pihak yang selalu benar, sementara warga cukup menerima dan mengikuti. Ketika warga mulai kritis dan berani mengajukan pertanyaan, mereka justru dicap sebagai pembangkang, tidak mendukung pemerintah desa, bahkan dituding melawan.

Kelima, kekhawatiran bahwa pengawasan warga bermuatan manuver politik juga sering dijadikan alasan. Setiap kritik dan pertanyaan dianggap sebagai upaya menjatuhkan kekuasaan. Padahal, pengawasan sejatinya bertujuan untuk mendorong perbaikan, memperjelas penggunaan anggaran, meningkatkan kepercayaan publik, dan membawa desa ke arah yang lebih maju—bukan untuk menjatuhkan siapa pun.

Pada akhirnya, masyarakat memiliki hak untuk melaporkan dugaan penyimpangan kepada lembaga berwenang seperti inspektorat, ombudsman, kejaksaan, atau institusi terkait lainnya apabila Badan Permusyawaratan Desa (BPD) gagal menjalankan fungsi pengawasan. Laporan sebaiknya disampaikan secara tertulis dan disertai bukti yang relevan.

Kepala desa dan BPD pada hakikatnya adalah pelayan rakyat. Jabatan yang diemban bukanlah sarana untuk memperkaya diri sendiri, melainkan amanah untuk mengelola desa secara jujur, transparan, dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama.

Oleh: Agung Ch

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini