Sertifikat Hak Milik Niko Naput dan Anak-Anaknya Dinyatakan Cacat Yuridis dan Administrasi
Labuan Bajo, Trennews.Id – Pengadilan Negeri Labuan Bajo telah memutuskan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anak-anak Nikolaus Naput yang diterbitkan pada tahun 2017 dinyatakan tidak sah. Keputusan ini diambil dalam perkara perdata No.1/2024 pada Oktober 2024, dengan alasan kesalahan lokasi dan pemetaan.
Sengketa ini bermula ketika pihak tergugat menggunakan surat alas hak berupa fotokopi bertanggal 10 Maret 1990, yang menyatakan bahwa tanah seluas 16 hektar dibeli dari Nasar Supu oleh Niko Naput. Dokumen ini menjadi dasar perlawanan dari anak-anak Niko Naput, Santoso Kadiman, serta PT Mahanaim Group (pengelola Hotel St. Regis Labuan Bajo).
“Kami akan mengungkap secara transparan dan kupas tuntas surat 10 Maret 1990 itu, karena pihak Niko Naput terus bersikeras naik banding dengan dokumen yang tidak memiliki bukti asli,” ujar Dr. (c) Indra Triantoro, kuasa hukum penggugat.
Pada Januari 2024, penggugat juga melaporkan kasus ini ke Satgas Mafia Tanah Kejagung RI. Hasil pemeriksaan Kejagung pada 23 Agustus 2024 menemukan indikasi cacat yuridis dan administrasi, salah ploting, serta unsur perbuatan melawan hukum dalam dua SHM atas nama Paulus Naput dan Maria F. Naput yang berada di atas tanah milik ahli waris Ibrahim Hanta sejak 1973.
Laporan Kejagung dan Temuan Pelanggaran
Kejagung RI dalam laporannya menyebutkan bahwa terdapat lima SHM dan satu SHGB atas nama Niko Naput dan empat anaknya di kawasan Torolema/Kerangan dengan total luas 151.860 m². Seluruh sertifikat tersebut diduga dibuat berdasarkan dokumen alas hak yang tidak asli.
“Laporan ini telah disampaikan kepada Dirjen dan Irjen Kementerian ATR/BPN untuk ditinjau ulang dan diperbaiki sesuai kewenangan, serta ditembuskan kepada BPN Labuan Bajo, Kejari Labuan Bajo, dan Kejati NTT di Kupang,” jelas Indra.
Menurut laporan, dua SHM dengan total luas 54.030 m² tumpang tindih di atas lahan 11 hektar milik ahli waris Ibrahim Hanta. Sementara tiga SHM lainnya, dengan luas 97.830 m², berada di luar tanah ahli waris tetapi tetap dinyatakan bermasalah.
“Mengapa kami tahu semua ini? Karena klien kami menerima tembusan surat-surat tersebut,” tambah Jon Kadis, SH, anggota tim kuasa hukum penggugat.
Tanggapan Pihak Penggugat
Jon Kadis menegaskan bahwa publikasi kasus ini bertujuan untuk transparansi. “Kami ingin publik tahu bahwa kami tidak mengarang. Jika Niko Naput mengklaim berjasa untuk gereja, tunjukkan bukti nyata seperti pembangunan gereja,” katanya.
Sementara itu, Mikael Mensen, saksi yang mengenal tanah tersebut sejak awal bersama Ibrahim Hanta, menegaskan bahwa sejak 1973 tanah itu tidak pernah dijual kepada siapa pun. “Saya tahu betul bahwa tanah bagian selatan itu milik Nasar Supu dan sebagian milik Pemda atau Yayasan Sosial Pembangunan Manggarai untuk sekolah perikanan. Namun, tiba-tiba muncul tiga SHM di atasnya,” ujarnya.
Mikael juga menduga kuat bahwa surat alas hak 10 Maret 1990 yang digunakan Niko Naput adalah palsu. “Surat itu dibuat untuk memperluas kepemilikan dari 4 hektar menjadi 16 hektar,” katanya.
Pihak penggugat menantang pihak Niko Naput dan Santoso Kadiman (pemilik Hotel St. Regis) untuk menggelar konferensi pers terbuka guna membuktikan keaslian dokumen mereka. “Namun, hingga kini mereka belum berani tampil di media,” tutup Mikael Mensen.
Tinggalkan Balasan