Kebangkitan Adat, Kebangkitan Jati Diri Bangsa
TrenNews.id – Resminya dibentuk Media Center Majelis Adat Indonesia (MAI) Sulawesi Tenggara bukan hanya sebuah pelantikan struktural. Ia adalah penanda kebangkitan-kebangkitan kultural, kebangkitan moral, dan kebangkitan jati diri bangsa. Dalam riuh gempita modernisasi, adat bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan fondasi karakter bangsa yang sesungguhnya.
Ketika Paduka Yang Mulia M. Rafik Datuk Rajo Kuaso menegaskan bahwa tokoh adat sejati adalah mereka yang bergerak nyata dan berjuang tulus, sesungguhnya kita diingatkan, adat membutuhkan aksi, bukan sekadar simbol. Dan aksi nyata itu kini diwujudkan melalui lahirnya Media Center MAI Sulawesi Tenggara sebuah motor penyebaran informasi adat, inspirasi kebudayaan, dan penjaga marwah leluhur di era digital.
Di tengah derasnya arus globalisasi, adat tidak boleh menjadi artefak. Ia harus hidup, bergerak, dan menjadi panduan. Sebagaimana titah kebijaksanaan Yang Dipertuan Agung Diraja Nusantara, Baginda Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza F.W., Ph.D. “Budaya adalah roh bangsa. Bila ia dijaga, maka jati diri bangsa akan tetap tegak di tengah arus zaman.” Inilah alarm kultural yang mengingatkan kita, bahwa ketika budaya runtuh, maka runtuhlah karakter bangsa.
Penunjukan Stenly Diover, ST sebagai Kepala Media Center Mandala Adat MAI Sulawesi Tenggara adalah bentuk kepercayaan sekaligus tanggung jawab besar. Ia tidak hanya menjadi penyambung suara adat, tetapi juga penggerak regenerasi nilai leluhur di tengah generasi digital. Sebagai Ketua Umum AMBA SULTRA, ia paham bahwa adat tidak boleh dipahami sebagai romantika, melainkan kekuatan. Ia bukan beban tradisi, melainkan cahaya peradaban.
Rencana kerja MAI Sultra tahun 2026 adalah langkah taktis menjemput masa depan adat dengan strategis, pembentukan tim operasional, sosialisasi kelembagaan di 17 kabupaten/kota, konsolidasi tokoh adat dan pemuda, hingga penjadwalan pengukuhan wilayah. Semua ini merupakan ikhtiar untuk memastikan adat hadir bukan hanya dalam cerita, tetapi dalam sistem dan kebijakan.
Adat harus komunikatif. Dan media adalah jembatannya.
Adat harus inklusif. Dan pemuda adalah penggeraknya.
Adat harus membumi. Dan masyarakat adalah nafasnya.
Lima Penegasan Adat Nusantara menjadi fondasi etis, memperkuat MAI sebagai lembaga etik budaya, menjaga nilai adat, menolak penyalahgunaan adat, menghidupkan seni dan pendidikan adat, serta memastikan bahwa adat bukan komoditas melainkan pengabdian. Inilah pesan moral yang sangat relevan hari ini, adat tidak boleh dijual, adat harus dijaga.
Karena adat bukan milik masa lalu, ia milik masa depan.
Pembentukan Media Center MAI Sulawesi Tenggara adalah momentum. Momentum bukan hanya untuk mengenang adat, tetapi membangkitkannya sebagai sumber etika, karakter, dan identitas bangsa. Ketika adat kembali menjadi panduan hidup, maka bangsa ini tidak akan tercerabut dari akarnya.
Dan akar, adalah penentu kokoh tidaknya sebuah pohon peradaban.
Penulis: Stenly Diover, ST


Tinggalkan Balasan