Kepala Dinas sebagai Pelaksana Sekda, Langkah Sah, Tepat, dan Bertanggung Jawab
Dalam sistem pemerintahan daerah, keberlanjutan birokrasi harus dijamin dalam keadaan apa pun. Ketika posisi Sekretaris Daerah (Sekda) mengalami kekosongan akibat mutasi atau rotasi jabatan, roda pemerintahan tidak boleh terhenti. Maka, penunjukan seorang Kepala Dinas sebagai Pelaksana Sekretaris Daerah (Pls Sekda) oleh Bupati adalah langkah yang sah secara hukum, logis secara administratif, dan bijak secara manajerial.
Langkah ini sering kali disalahpahami. Padahal secara yuridis, boleh, dengan syarat-syarat tertentu, dan berlandaskan pada kewenangan kepala daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penunjukan Pelaksana Sekda telah diatur secara jelas dalam berbagai regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
PP Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS
Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 tentang Penunjukan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas di Lingkungan Pemerintah Daerah
Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa Pelaksana Harian (Plh) atau Pelaksana Tugas (Plt) Sekda dapat berasal dari Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (eselon II), seperti kepala dinas atau kepala badan.
Syaratnya jelas: pejabat tersebut harus eselon II, ditunjuk secara formal oleh kepala daerah, dan penunjukannya dilaporkan ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Penugasan ini bersifat sementara dan administratif bukan rangkap jabatan permanen.
Menunjuk kepala dinas sebagai Pelaksana Sekda adalah strategi pemerintahan yang adaptif dan realistis. Sosok dari internal yang telah memahami dinamika daerah dan birokrasi tentu lebih siap menjalankan fungsi koordinasi pemerintahan. Ia tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi, karena telah lama berada di jantung organisasi pemerintahan.
Langkah ini bukan saja mencegah kekosongan jabatan strategis, tetapi juga memberi ruang bagi ASN yang loyal, berdedikasi, dan berpengalaman untuk menunjukkan kepemimpinan administratif di masa transisi. Banyak daerah yang berhasil menjaga stabilitas pemerintahan karena keberanian kepala daerah menunjuk figur internal yang berkualitas sebagai Pls Sekda.
Di tengah tuntutan publik terhadap pemerintahan yang efektif, penunjukan Pelaksana Sekda seharusnya disambut sebagai bentuk tanggung jawab, bukan kecurigaan. Polemik yang mempertanyakan legalitas penunjukan ini lebih sering lahir dari persepsi politik ketimbang pemahaman hukum administrasi negara.
Yang dibutuhkan saat ini bukan perdebatan tentang siapa yang duduk, tetapi apa yang bisa dilakukan oleh orang yang diberi amanah. Pelaksana Sekda bukan jabatan politis, melainkan posisi administratif yang harus dijalankan dengan tanggung jawab tinggi dan loyalitas terhadap sistem.
Sudah seharusnya publik memahami bahwa penunjukan Kepala Dinas sebagai Pelaksana Sekda adalah langkah sah dan bertanggung jawab, dilakukan dalam kerangka hukum, demi keberlangsungan pemerintahan. Tidak ada celah pelanggaran jika dijalankan sesuai prosedur dan dilandasi niat melayani rakyat.
Dalam situasi seperti ini, yang dibutuhkan adalah kepercayaan, bukan kecurigaan. Pelaksana Sekda adalah simbol transisi, penjaga irama pemerintahan, dan jembatan menuju penataan yang lebih baik. Maka, mari kita berikan dukungan penuh kepada ASN yang mendapat amanah ini. Karena sejatinya, mereka sedang bekerja bukan untuk jabatan, tetapi untuk keberlanjutan pelayanan kepada masyarakat.
Editorial TrenNews.id

Tinggalkan Balasan