Minggu, 8 September 2024

Masyarakat Adat Tolaki Gugat Class Action, Corporate Sosial Responsibility Perusahaan Pertambangan Nikel Sultra

Adi Yusuf Tamburaka, S.Sos, MH, Sekjend Masyarakat Tolaki

Sekitar tahun 1908 Penjajah BELANDA memasuki wilayah kekuasaan Kerajaan Konawe dan Mekongga yang saat ini meliputi daerah Kabupaten dan Kota seperti, Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Kolaka dan Kolaka Utara. Pada saat kekuasaan Belanda waktu itu memberikan Gelar kepada Raja-raja yang memimpin wilayah-wilayah kecil seperti Kecamatan diberikan Gelar dengan sebutan KEPALA DISTRIK.

Di Tahun 1923 BELANDA memberikan bantuan Ternak Sapi kepada para KEPALA DISTRIK melalui Raja Laiwoi ke-2 yang bernama TEKAKA guna mendukung program Belanda, dan yang mendapatkan bantuan waktu itu adalah Distrik yang memiliki lahan WALAKA atau Ranch Kerbau.

Adapun KEPALA DISTRIK yang menerima bantuan tersebut adalah Wawatu Distrik Abeli 567 Sapi, Mandonga Distrik Kendari 536 Sapi, Wawotobi Distrik Konawe 297 Sapi, Nambo Distrik Abeli 291 Sapi, Palangga Distrik Palangga 289 Sapi, Leaya Distrik Laeya 157 Sapi, Konda Distrik Konda 267 Sapi, dan Sambeani Distrik Abuki 256 Sapi.

Selanjutnya Setelah INDONESIA MERDEKA TAHUN 1945 Pemerintahan INDONESIA melakukan perubahan nama Distrik diganti dengan sebutan Kecamatan dan untuk pertama kalinya Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan.

Adapun dasar yang melatarbelakangi diberlakukannya Undang- Undang ini adalah Hutan karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekayaan alam yang memberikan manfaat serbaguna yang mutlak dibutuhkan oleh umat manusia sepanjang masa.

Hutan di Indonesia sebagai sumber kekayaan alam dan salah satu unsur basis pertahanan nasional harus dilindungi dan dimanfaatkan guna kesejahteraan rakyat secara lestari, untuk menjamin kepentingan rakyat dan Negara serta untuk menyelesaikan Revolusi Nasional diperlukan adanya Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang Kehutanan yang bersifat nasional dan merupakan dasar bagi penyusunan Peraturan Perundangan dalam bidang hutan dan Kehutanan.

Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Tanggungjawab Sosial Perseroan Terbatas (PP 47/2012), Undang –Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU 25/2007), Undang –Undang No.32 tahun2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009).

Perusahaan pertambangan yang beraktifitas di tanah Konawe Mekongga berjumlah 151 perusahaan tambang nikel dan 20an Perusahaan perbankan dan otomotif yang memiliki kewajiban membayarkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada masyarakat / pemerintah dimulai sejak tahun 2013.

Perlu ketahui bahwa Dana Corporate Social Responsibility (CSR) di bagi dalam 8 bagian yang meliputi Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Kesejahteraan, Karyawan, Media/Komunitas, Lembaga Adat, Masyarakat Adat/Masyarakat Lingkar Tambang, UMKM/Bisnis Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat/Kemitraan.

Olehnya jika DISIMULASIKAN DAN di rata – ratakan kuota ekspor 1.000.000 MT (Satu Juta Metrik Ton) dengan kadar nikel harga APNI dikalikan kurs dollar dikalikan jumlah kuota Eksport (NI 1,8% harga 36$ X Rp. 9.700X 1.000.000X3%) adalah Rp 10.476.000.000 (Sepuluh Miliar Empat Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Rupiah) tiap Perusahaan, dan jika dikalikan 151 Perusahaan total Dana CSR yang harus di terima Masyarakat ADAT Konawe Mekongga selama kurun waktu sepuluh tahun dari 2013 s/d 2023 ) adalah sebesar ? pasal 74 UUPT CSR maksimal 3 persen keuntungan perusahaan.

Muncul pertanyaan apakah perusahaan yang beroperasi telah menunaikan kewajibannya terhadap CSR ? jika telah ditunaikan siapa yang menerima, diperuntukan untuk apa dan berapa besarannya setiap tahunnya?

Hal inilah yang menjadi misteri selama ini, sementara hutan dan lingkungan telah rusak yang berdampak pada kelangsungan hidup anak keturunan kita semua khususnya Masyarakat Adat TOLAKI. KAMI TIDAK ANTI INVESTASI NAMUN KAMI MEMINTA KEWAJIBAN DITUNAIKAN secara TRANSPARAN Sehingga kami dari Lembaga masyarakat Adat Tolaki Sulawesi Tenggara akan melakukan Gugatan Class Action ke Pemerintah dan Perusahaan yang beroperasi di Sulawesi Tenggara terkait Kewajiban CSR demi kemaslahatan Masyarakat Sulawesi Tenggara.

Kendari 4 Februari 2024
ADI YUSUF TAMBURAKA. S.Sos. MH SEKJEND MASYRAKAT ADAT TOLAKI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini