Sabtu, 28 Juni 2025

Kontemplasi Malam :  Dalam Irama Jangkrik

Ilustrasi

Suara jangkrik memecah keheningan malam.
Ia datang bukan untuk mengganggu, tapi mengingatkan bahwa dalam sepi, alam masih bertasbih. Ketika manusia telah lelap dalam buaian dunia, jangkrik justru berjaga. Seakan ia ingin berkata, “Waktu tak pernah benar-benar tidur, dan hidup tak pernah sepenuhnya sunyi.”

Di saat gemerlap lampu telah padam, dan hiruk pikuk kota menjelma desah angin, suara kecil itu menjadi penanda bahwa alam masih bernapas. Ia tidak ramai, tidak pula riuh. Tapi cukup untuk membuat batin bertanya—apa yang sedang kau kejar, wahai jiwa?

Malam bukan tempat melarikan diri, tapi ruang untuk kembali. Kembali pada jati diri yang kerap hilang di keramaian siang. Dalam senyap, Tuhan menyusun pesan-pesan-Nya dengan bahasa yang tak tertangkap indera, hanya bisa dirasakan oleh hati yang bersedia mendengar.

Lalu aku duduk diam, menyimak bunyi jangkrik seolah membaca ayat-ayat alam. Tak perlu terjemahan, cukup ketundukan. Karena di saat seperti inilah, kita benar-benar menjadi hamba tak punya kuasa, tak punya topeng. Hanya ada aku, malam, dan Sang Pencipta yang Maha Mendengar.

Jangkrik pun terus bersuara. Mungkin ia tahu, ada jiwa yang sedang mencari arah, ada luka yang belum pulih, ada rindu yang menggumpal dalam diam. Dan malam, lewat suara kecil itu, menjawabnya dengan pelan:
Tenanglah. Segalanya akan kembali pada-Nya.

Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini