Kolaka Memilih Pemimpin
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen yang di nanti-nantikan oleh masyarakat, sebab momen ini adalah momen demokrasi yang menempatkan masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam memilih pemimpinnya. Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Senada hal tersebut Aristoteles juga berpendapat bahwa demokrasi adalah pemerintahan di mana kekuasaan politik tertinggi berada di tangan rakyat.
27 November 2024 mendatang, negara kita Indonesia melalui daerah-daerahnya serentak melaksanakan pesta politik secara demokrasi, yaitu pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pemilihan kepala daerah yang di laksanakan 5 tahun sekali juga dilakukan secara serentak tahun ini, tentunya memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk memilih calon pemimpinya secara demokratis tanpa ada tekanan apalagi intervensi sistem.
Netralitas ASN
Kab. Kolaka termasuk salah satu daerah yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), namun melihat perkembangan akhir-akhir ini, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kab. Kolaka, mengalami kondisi yang cukup memperhatikan dimana sistem pemerintahan di gunakan secara massif dan tersistematis berjalan untuk memenangkan paslon tertentu, tidak hanya sampai disitu sistem yang ada itu kemudian aktif di gunakan untuk melakukan aktivitas intervensi agar bagaimana menghegemoni masyarakat yang tujuannya adalah mensukseskan kemenangan paslon tertentu, hal tersebut berdasarkan dengan keterangan dan pernyataan para ketua-ketua RT/RW yang berada di beberapa wilayah Kab. Kolaka.
Penyebab ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), adalah untuk mengangkat kepentingan karir, mempertahankan kekuasaan, menjaga kekerabatan, intervensi tekanan atasan dan kurangnya kesadaran moralitas pada penerapan regulasi yang ada. Ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah proses yang sangat merugikan Negara dan masyarakat, sebab para ASN tersebut tidak lagi berbicara tentang program-program prioritas yang di bawah oleh para calon untuk kepentingan masyarakat setempat, melainkan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok-kelompok tertentu. Inilah pentingnya mengapa ASN harus bersifat netral pada setiap perhelatan-perhelatan politik.
Isu Sara
Isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (Sara) adalah isu seksi dan menawan penggunaannya di momen-momen perhelatan politik. Penggunaan isu Sara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah fenomena politik yang menggambarkan ketidakcakapan calon, tim, relawan dalam mensosialisasikan program-program calonnya, ketidakpedean para tim membawa calonnya untuk berkompetisi secara sehat serta ketidakyakinan menang para tim terhadap calon yang dibawahnya, yang tentu tujuannya adalah untuk menaikkan elektabilitas calonnya dan memblok atau menurunkan elektabilitas rivalnya, tanpa memperhatikan akibat bahayanya dari isu Sara ini.
Masyarakat jangan mudah terpengaruh apalagi terprovokasi dengan segala macam narasi ataupun isu-isu rendahan yang di giring oleh calon, tim, relawan ataupun simpatisan fanatik tertentu seperti mengangkat isu Suku, Agama, Ras dan antargolongan (Sara). Tentu narasi ini adalah narasi yang bertujuan untuk melakukan kampanye hitam (Balck Campaign) atau menjelekkan lawan politik, yang mana isu tersebut dapat menanam kebencian, membawa kehancuran, memecah belah persatuan dan kesatuan, merusak mental masyarakat serta mencederai masa depan anak-anak muda Kab. Kolaka.
Tinggalkan Balasan