Rabu, 4 Desember 2024

Penomena Timses Pasca Pilkada, Merasa Terabaikan

Ilustrasi

Persaingan hebat tidak harus dibangun diatas kebencian. Mereka dibangun diatas rasa hormat, diatas rasa hormat terhadap keunggulan.

Fenomena biasa pasca perhelatan politik, baik pilkada maupun suksesi organisasi, tim sukses terjangkit syndrom merasa ditinggalkan, terabaikan, terlupakan atau juga tersisihkan. Setelah kemenangan tim seolah mengecil terkotak sebuah kepentingan yang tak lagi sama dan seirama.

Opini ini dirangkum dari berbagai kejadian secara umum, terjadi pasca kemenangan pilkada. Perasaan terabaikan menjadi narasi umum yang kerap terjadi pasca kemenangan. Keluhan tidak dapat ketemu lagi dengan sang calon, setelah mereka bantu habis-habisan. Harapan untuk tetap berada di lingkaran utama serta banyak menerima manfaat setelah kemenangan diraih lambat laut berganti dengan keluhan dan kekecewaan.

Tak luput dari ingatan adalah mereka yang merasa diri ditinggalkan. Mereka merasa jauh setelah sehabis berjuang bersama dalam politik. Ada semacam tindakan eskapis, sebab merasa tak dapat apa-apa dari perjuangan politik. Dipikirannya hanya terlintas pepatah : habis manis sepah di buang.

Faktanya, setelah kemenangan diraih maka tim sukses sama sekali tidak punya power lagi, bahkan untuk bertemu orang yang dimenangkan nya adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan menjadi hal yang mustahil. Padahal setelah pemenangan, yaitu para tim sukses seharusnya menjadi kelompok penekan yang dapat segera mengantarkan seribu satu persoalan. Hal ini karena tim sukses yang “berperang” dilapangan tidak memiliki mekanisme komunikasi langsung setelah kemenangan calon yang mereka bela.

Meski sebenarnya banyak persoalan-persoalan rakyat lebih penting untuk terus dimenangkan dari pada kemenangan yang telah diraih. Bahwa tim sukses juga rakyat yang mempunyai mandat sosial, tanggung jawab moral untuk mensegerakan akan perbaiki-perbaikan bagi lapangan ekonomi, lapangan sosial dan lapangan politik.

Pasca perjuangan politik, mesti komunikasi tetap ada. Menang politik tak berarti perjuangan politik itu selesai. Justru, menang politik pertanda perjuangan berat siap menanti didepan mata. Mempertahankan kemenangan itu tidak mudah. Menang berarti realisasi ide dan fikiran yang telah mendapatkan persetujuan dari rakyat. Karenanya, barisan politik mesti tetap utuh, tak usah merasa ditinggalkan karena tanggung jawab politik pasca kemenangan itu berat.

Hanya saja cita-cita ini sulit terwujud karena mekanisme komunikasi melemah setelah menang menjadi titik lemah yang menjadi akar keluhan para tim sukses. Idealnya tim sukses yang berperang dilapangan mampu mengikat para calon yang akan dimenangkan nya untuk dapat terus berkomunikasi dengan mereka, karena mereka juga sebenarnya terhutang janji kepada masyarakat. Bukan sekedar kelompok yang mengantar sang pemimpi ke lingkaran baru bernama birokrasi dan elut baru hasil seleksi alam dari tim sukses yang bergerak sebelumnya.

Sejatinya, dalam politik, tidak ada yang ditinggalkan. Mereka yang pernah menjadi bagian dari penjualan politik akan selalu ada dalam lingkaran politik. Seorang pemimpin politik menaruh mereka dalam pikiran dan hati. Setiap kisah perjuangan bersama selalu menjadi asupan etis untuk saling mengikat. Kisa politik adalah kisah persaudaraan yang terikat dalam ingatan pokitis, hanya saja karena kepentingan yang berbeda perasaan ditinggalkan itu mengemuka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini