Curanmor Terungkap, Kasus Besar Mandek: Wajah Keadilan di Manggarai
MANGGARAI, sebuah kabupaten yang dikenal dengan kearifan lokal dan kekayaan budayanya, kini kembali menjadi sorotan bukan karena keelokan alamnya, tetapi karena dinamika penegakan hukum yang timpang. Berdasarkan penelusuran Jurnalis TrenNews.id serta laporan yang menghiasi media lokal dalam beberapa pekan terakhir, kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) memang menempati peringkat atas dalam daftar kriminalitas yang berhasil diungkap oleh aparat Polres Manggarai. Ini patut diapresiasi. Pengungkapan tersebut menjadi angin segar bagi warga yang resah dengan maraknya aksi pencurian yang merugikan masyarakat menengah ke bawah.
Namun keberhasilan ini jangan lantas menutupi kenyataan lain yang justru lebih mengkhawatirkan. Di balik keberhasilan Polres Manggarai dalam menuntaskan kasus curanmor, terdapat catatan kritis terhadap sejumlah perkara serius lainnya yang justru mandek dan tak menunjukkan perkembangan berarti. Kasus-kasus seperti dugaan korupsi di lingkup pemerintahan daerah, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, hingga praktik perjudian yang terindikasi melibatkan jaringan lebih luas, justru mengendap tanpa kejelasan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang arah prioritas penegakan hukum di daerah. Mengapa kasus-kasus yang lebih kompleks dan berdampak sistemik seperti korupsi dan kekerasan seksual justru tak kunjung tuntas? Apakah karena tekanan politik? Apakah karena lemahnya komitmen aparat penegak hukum dalam menyentuh aktor-aktor kuat di balik layar?
Mandeknya penanganan kasus korupsi, misalnya, menunjukkan adanya kemungkinan resistensi institusional. Korupsi bukan hanya soal uang yang digelapkan, tetapi mencerminkan rusaknya tata kelola publik. Begitu pula kekerasan seksual yang seringkali disikapi setengah hati oleh aparat, seolah masih terbelenggu oleh budaya patriarkal dan minimnya perspektif korban dalam proses penegakan hukum.
Sementara itu, praktik perjudian yang telah bertransformasi menjadi jaringan lintas wilayah pun seperti tak tersentuh. Ada dugaan bahwa permainan ini tidak berdiri sendiri, melainkan punya “backing” yang kuat. Bila benar demikian, publik berhak curiga bahwa hukum telah menjadi alat yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah.
Penegakan hukum yang selektif ini bisa merusak kepercayaan publik. Masyarakat akan melihat hukum tidak lagi berpihak pada keadilan, tetapi pada siapa yang punya kuasa dan akses. Ini berbahaya. Sebab sekali masyarakat kehilangan kepercayaan, maka tak hanya legitimasi aparat yang hancur, tapi juga sendi-sendi sosial yang ikut runtuh.
Kami dari TrenNews.id mendorong Kapolres Manggarai dan jajaran untuk tidak hanya mengejar target kuantitatif dalam pengungkapan kasus, tetapi juga memperhatikan aspek kualitas dan keadilan substantif. Masyarakat ingin melihat hukum bekerja untuk semua, bukan hanya terhadap pencuri motor, tetapi juga terhadap pencuri uang rakyat, pelaku kekerasan seksual, dan operator judi kelas kakap.
Manggarai butuh kepemimpinan hukum yang berani, adil, dan transparan. Kepolisian harus menunjukkan komitmennya tidak hanya dengan razia di jalanan, tapi juga dengan menggali keberanian moral untuk menyentuh kasus-kasus yang selama ini dianggap tabu atau terlalu berisiko.
Penegakan hukum bukan soal siapa yang lebih mudah ditangkap, tetapi siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Jangan biarkan Manggarai menjadi panggung ketimpangan keadilan. Hukum harus ditegakkan, bukan dipilih-pilih.
Redaksi TrenNews.id

Tinggalkan Balasan