Jumat, 22 November 2024

Floresa Laporkan Aparat Polres Manggarai dan Oknum Jurnalis ke Polda NTT terkait Kekerasan terhadap Pemred Herry Kabut

Pemimpin Redaksi Floresa,Hery Kabut bersama Kuasa Hukum dan warga saksi sedang memberikan keterangan kepada penyidik Polda NTT pada Jumat 11 Oktober 2024

Namun, kata dia, peristiwa itu tidak bisa direkam warga karena polisi mengejar masyarakat yang memegang ponsel dan berusaha memvideokan peristiwa itu.

Ia menjelaskan, aksi aparat itu membuat video terkait penangkapan Herry “sangat terbatas.”

“Karena, begitu polisi melihat masyarakat yang pegang ponsel, langsung dikejar sehingga tidak banyak gambar dan data yang bisa diambil. Bahkan ada juga ponsel masyarakat yang disita,” jelasnya.

Erick Tanjung dari Satgas Anti Kekerasan terhadap Jurnalis di Dewan Pers mendukung penuh langkah Floresa membawa kasus ini ke ranah hukum karena merupakan pelanggaran pidana serius terhadap pers.

“Kami berharap Polda NTT menuntaskan kasus ini, sehingga tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.

“Para pelaku harus dihukum. Penting dicatat bahwa sudah ada yurisprudensi di mana polisi pelaku kekerasan terhadap jurnalis divonis penjara,” tambahnya, menyinggung kasus kekerasan terhadap Nurhadi, jurnalis Tempo di Jawa Timur yang pelakunya dipenjara 10 bulan dan korban mendapat restitusi.

Ia berkata, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu juga telah menulis surat kepada Kapolri Listyo Sigit Prasetyo untuk memberi atensi pada kasus ini.

Erick telah menemui langsung Herry dan para saksi di Labuan Bajo saat proses asesmen terhadap kasus ini, yang kemudian menjadi dasar bagi surat Ketua Dewan Pers.

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Pers, Ade Wahyudin, mengapresiasi Floresa yang membawa kasus ini ke ranah hukum, menyebutnya sebagai “langkah tepat.”

“Jurnalis dalam melaksanakan tugasnya dilindungi oleh UU Pers, sehingga segala bentuk intimidasi terlebih penganiayaan adalah tindakan pidana dan mencederai demokrasi,” katanya.

“Kita tidak boleh diam terkait segala bentuk kekerasan kepada jurnalis,” tambahnya.

Ade juga berharap, Polda NTT segera melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku hingga tuntas.

“Kami menanti langkah tegas Kapolda. Dan untuk masyarakat, mari kita kawal kasus ini hingga pelaku diadili di meja hijau,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda NTT, Ariasandy menyatakan dalam alam siaran pers pada 12 Oktober bahwa pihaknya menanggapi dengan serius setiap laporan dari masyarakat, terutama yang melibatkan dugaan pelanggaran oleh anggotanya.

Hal itu, katanya, “untuk menjaga profesionalitas dan integritas institusi kepolisian dalam melayani dan melindungi masyarakat.”

Ia juga berjanji “tidak akan mentoleransi segala bentuk tindakan kekerasan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota.”

Sementara itu Pemimpin Umum Floresa, Ryan Dagur berkata, langkah hukum ini merupakan upaya Floresa untuk menolak bungkam terhadap upaya represif aparat terhadap jurnalis.

“Upaya ini sekaligus komitmen kami pada pentingnya menjaga kebebasan pers di negara demokrasi,” katanya.

Ia berkata, karena terlapor dalam kasus ini adalah aparat, solidaritas publik menjadi penting.

“Terima kasih atas dukungan berbagai pihak, termasuk elemen masyarakat sipil, sesama jurnalis, media-media lain dan Dewan Pers untuk pengusutan kasus ini,” katanya.

“Kami juga secara khusus berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa dan aktivis di Kupang yang setia menunggu di depan Polda NTT hingga malam, demi mendukung upaya mencari keadilan ini,” tambahnya. (Lado)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini