Sujud, Berbisik di Bumi Terdengar di Langit
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbanya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah do’a”. [HR.Muslim].
SUJUD adalah sebuah bentuk ibadah yang mengekspresikan puncak kehinaan, kelemahan, kerendahan diri kepada yang disujudi. Dimana ketika itu anggota badan yang paling mulia dari manusia diletakkan ditempat yang paling hina, yaitu permukaan bumi, lantai, atau tanah.
Sujud ini menjadi ibadah puncak kepada Allah SWT manakala ia ditujukan kepada Allah SWT semata, dan sebaliknya ia akan menjadi kekufuran dan kesyirikan tatkala ditujukan kepada selain-Nya.
Karena sujud kepada Allah SWT adalah perintah-Nya. Bumi mana yang akan kita pijak bila kita tidak taat perintah-Nya?. Sujud kepada Allah SWT adalah puncak ketundukan, kehinaan, ketawadhukan seorang hamba berada di hadapan Allah SWT. Karena seorang hamba berada pada posisi yang paling dekat dengan Allah SWT ketika dia dalam keadaan sujud.
Semua makhluk yang makro ataupun mikro di alam semesta bersujud kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an [Al-Hajj ayat 18] bahwa matahari, bulan, bintang, pohon, tak terkecuali setiap rongga dalam tubuh segala sesuatu dan seluruh butiran pasir di pantai, hingga makhluk-makhluk mikro yang tidak dapat kita dilihat, seluruhnya bersujud kepada Ar-Rahman Azza wa Jalla. Padahal mereka adalah makhluk yang tidak mempunyai akal sebagaimana kita. Sehingga kita sebagai makhluk yang dibebani oleh Allah dengan syariat sujud lebih layak dan lebih wajib untuk bersujud kepada-Nya.
Maka dari itu, orang yang sedang bersujud dianjurkan untuk memperbanyak doa, karena doa itu akan lebih dekat sampai kepada Allah SWT. Dari sahabat Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbanya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa!” [HR. Muslim].
Ketika manusia bersujud hakekatnya ia berada di tempat yang paling tinggi. Meninggikan hati dan pikirannya, ia letakkan pada Penguasa jagat yang sesungguhnya. Tubuhnya hanyalah alat yang diletakkan pada asal terciptanya agar dia menyatu pada penghambaan dirinya.
Halimy Zuhdi mengatakan: “Manusia berasal dari tanah, makan hasil tanah. Berinteraksi di atas tanah, dan akan kembali ke tanah. Tanah tidaklah terpisah dengan langit, ia satu yang saling merindu. Ketika langit rindu, ia turunkan pesan hujan, ia tumbuhkan segala pepohonan di atasnya. Bumi mengirim pesan dikandung awan yang suatu saat, ia akan menyatu.
Sujud merendahkan diri untuk melangitkan hati, menemui hakekat diri yang tercipta berbisik ke bumi, menggema di langit. Bila seseorang merendah dalam sujud, ia lagi mencari kejayaan dan keistimewaan diri. Sujud posisi dan kondisi terendah, tapi ia sangat dekat dengan Tuhannya. “WASJUD WAQTARIB” penutup surat Al-Alaq.
Sungguh membahana,” betapa sujud akan mampu berdekatan dengan Allah. Ia campakkan segalanya, kepala tempat menampung kebanggan pikirannya, tangan kekuasaanya, hidung penciuman aroma dunia, dahi kehormatannya, kaki langkah menoreh prestasinya, lutut penggerak seluruh ototnya. Ia rendahkan seluruhnya, hanya untuk-Nya.
Tanah, bukan hanya tanah yang diinjak, ia adalah masjid. Tempat mewujudkan dirinya menemui Wujud Yang Sesungguhnya, seperti Umar bin Abdul Aziz yang selalu meletakkan dahinya dihamparan tanah, agar ada kesatuan antara jidat dangan tanah, dan agar dia dapat memcium bau keningnya”. [suluk.id.2020].
Syarif Yunus mengatakan, “Dunia sering kali melalaikan urusan sujud, padahal sujud itulah yang memudahkan urusan dunia bahkan akhirat. Karena sujud adalah pengabdian yang tidak akan pernah berakhir. Hingga nafas terakhir sekalipun. Sebagai tanda penyerahan diri kepada- Nya.
Jangan berharap disenangkan Allah. Tanpa mau menyenangkan-Nya. Sedekah baik, silaturahim baik, bersosialisasi pun baik. Tapi hanya sujud melanggengkan dan memberkahi kebaikan itu sepanjang masa. Karena siapapun saat bersujud. Dia sedang berbisik ke bumi tapi terdengar hingga ke langit”. [kumparan.com,2023] Wallahu ‘alam bishsowab.
Tinggalkan Balasan