Apa Yang Diinginkan Nur Rahman Umar Terhadap Revitalisasi Kakao, Untuk Oligarkikah atau Masyarakatnya
Negara kita (Indonesia) terkenal dengan keanekaragaman varietas kakaonya yang luar biasa, hal ini disebabkan oleh tersebarnya perkebunan kakao di berbagai wilayah di tanah air.
Setiap daerah memberikan profil rasa yang unik pada kakao, yang dibentuk oleh kondisi tanah dan iklim setempat.
Karakteristik yang berbeda ini menjadikan kakao Indonesia sebagai kandidat ideal untuk diakui sebagai produk Indikasi Geografis (GI).
Penunjukan tersebut secara signifikan dapat meningkatkan nilai pasar produk kakao Indonesia dan, sebagai konsekuensinya, meningkatkan penghidupan petani lokal.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan produktivitas kakao yang cukup memprihatinkan. Hal ini terutama disebabkan oleh penuaan pada banyak tanaman kakao, yang banyak diantaranya berumur lebih dari 25 tahun, yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen.
Selain itu, daya tarik tanaman yang dianggap lebih ekonomis, seperti kelapa sawit, padi, dan jagung, telah menyebabkan banyak lahan kakao dikonversi.
Memanfaatkan peningkatan nilai ekonomi yang ditawarkan oleh status Indikasi Geografis (GI) dapat membantu kakao mendapatkan kembali keunggulan kompetitifnya terhadap komoditas dominan tersebut.
Seperti halnya di Kabupaten Kolaka Utara, Daerah ini pernah dijuluki sebagai daerah “dollar” karena hasil perkebunan yang melimpah.
Ada dua komoditas utama yang membuat daerah ini pernah didapuk sebagai daerah dollar kala itu, yakni kakao dan cengkeh.
Kabupaten Kolaka Utara merasakan masa keemasan untuk tanaman kakao pada tahun 1997. Bahkan, ketika krisis ekonomi tengah melanda, petani kakao sejahtera karena harganya juga terkerek naik.
Namun, sejak maraknya hama penyakit tanaman di tahun 2000-an, kakao tidak lagi menjadi primadona buat petani. Terlebih tanaman sudah berumur tua sehingga tidak produktif lagi.
Data Dinas Perkebunan saat itu menyebutkan, potensi kakao di Kolaka Utara mencapai 87 ribu hektare, dan 43 ribu harus segera direvitalisasi. Jika berhasil, maka akan bisa mengangkat kehidupan yang 80 persen masyarakatnya yang bergantung pada perkebunan kakao.
Di-era keemasannya, Kabupaten Kolaka Utara merupakan satu-satunya kabupaten penyumbang produksi kakao terbesar secara nasional di Indonesia. Data dari Kementerian Pertanian (Kementan) saat itu, mencatat, kakao petani Kolut pernah mencapai 158 ribu ton per tahun.
Kemudian, penurunan produksi ini mulai terasa bagi petani di akhir 2005 dan 2006 serta semakin menyusut hingga saat itu. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Nur Rahman Umar pasca dilantik 22 Agustus 2017 silam. Ia langsung tancap gas. Usai melakukan penelusuran dan penelitian disimpulkan kakao mutlak direvitalisasi.
Hal ini pulalah yang menjadi pondasi pemikiran Nur Rahman dalam kepemimpinannya saat itu untuk mengembalikan kejayaan kakao lewat program unggulan revitalisasi kakao.
Sejak pertama kali digagas pada tahun 2017-2018 silam, tak terbantahkan, perlahan namun pasti cikal-bakal kembalinya masa keemasan itu mulai nampak.
Dari data Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka Utara menunjukkan, sepanjang tahun 2018 lalu, Kolaka Utara telah mampu merealisasikan luas tanam sebanyak 6.601 hektar.
Nur Rahman Umar, menjatuhkan pilihan program utama dengan berpihak ke petani ini merupakan langkah berani. Pasalnya, progres kinerja ini tidaklah sama dengan membangun di bidang infrastruktur yang jika selesai kontrak wujudnya telah nampak di mata.
Satu hal yang masih terngiang, Nur Rahman Umar tidak terlalu memikirkan peningkatan infrastruktur, namun lebih kepada bagaimana petaninya bisa sejahtera dari hasil perkebunan mereka seperti sedia kala. Perbaikan ekonomi masyarakat menjadi hal pertama dan utama sebagai kunci pendorong semua sektor baik di bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya.
“Ekonomi masyarakat membaik tentu otomatis semua sektor ikut terangkat. Ya karena ada uang. Anak-anaknya bisa sekolah di lembaga hingga kampus terbaik serta berobat juga ke tempat terbaik. Kalau tidak ada uang bagaimana,” ucap Nur Rahman Umar kala itu.
Meski program revitalisasi kakao ini tidak berjalan mulus seperti yang di harapkan Nur Rahman Umar dan masyarakat petani kakao di Kabupaten Kolaka Utara karena kondisi pandemi covid 19 saat itu. Namun, Nur Rahman Umar masih bisa jalankan program revitalisasi kakao ini selama 2 tahun.
Dari data yang terhimpun, sejak tahun 2018 hingga 2020 Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara telah melakukan revitalisasi kakao sebesar 10.300 Hektar dari 18.000 Hektar yang akan direvitalisasi.
Penulis : Asse, S.Sos
Berbagai Sumber
Tinggalkan Balasan