Jumat, 22 November 2024

Dakwah dan Politik

Aswan Nasution

“Wahai Rasul, sampaikan semua apa yang telah diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan [apa yang diperihtahkan itu berarti] kamu tidak menyampaikan amanat-Nya, tersebut”. [QS. Al Maidah:67].


KETIKA kita berbicara mengenai politik, bukan berarti kita mesti terjun ke dalam dunia politik . Berbicara mengenai politikus, bukan berarti kita harus menjadi seorang politikus.

Politik oleh sebagian kalangan diartikan sebagai kemahiran untuk menghimpun kekuatan, meningkatkan kualitasnya, mengawasi dan mengendalikan, dan menggunakannya untuk mencapai suatu tujuan dalam bernegara ataupun lainnya.

Adapun dakwah adalah seruan kepada segenap manusia untuk mengikuti jalan Allah lewat amar makruf nahi munkar. Operasionalnya bisa menggunakan berbagai media dan cara.

Orientasi dakwah sangat nyata, yaitu sampainya pesan-pesan agama kepada manusia. Kekuasaan bisa saja menjadi alatnya, tapi sekali-kali, kekuasaan bukan merupakan tujuan dakwah.

Tidak ada ditemukan seorangpun [baik da’i maupun lainnya] yang tidak pernah berbicara mengenai politik sama sekali. Hanya saja, diantara mereka ada yang berbicara secara terang-terangan, dan ada pula yang berbicara secara sembunyi-sembunyi. Dan, ada juga yang berbicara dalam posisi diantara keduanya ini. Ada juga berbicara di depan umum, da ada pula yang berbicara di depan orang-orang khusus.

Dakwah Islam yang telah berlangsung sekian lama ini pada intinya adalah sebuah proses dan upaya tabligh dalam arti menyampaikan kebenaran ajaran agama untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh kedamaian dan jauh dari dendam masa lalu serta berusaha menatap ke depan yang lebih baik.

Dalam bahasa fikih dakwah, membawa manusia dari jahiliyah menuju ilmiah, dari keadaan yang terpuruk menjadi penuh kemaslahatan, dan keadaan yang tidak mengindahkan aturan menuju keadaan yang memahami serta menaati peraturan dan begitu seterusnya.

Dalam hal ini jelas kebenaran ajaran Islam, bahwa berpolitik bagian dari dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik. Karena Islam tidak hanya hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan dan wilayah kaku lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad berat untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis demikian.

Tetapi, ketika yang diusung adalah ide kesatuan Islam yang terdiri dari persoalan akidah, ibadah, akhlak dan muamalah, baik dalam skala individu, keluarga, dan bermasyarakat serta bernegara tentu wajar jika mengundang polemik dan pertanyaan yang berterusan.

Semestinya setiap kita berusaha mengangkat sisi keislaman tersebut dari aspek yang digeluti sehari-hari sehingga kesempurnaan dan komprehensivitas Islam tampak jelas.

Ibnu Katsir ketika menafsirkan firman Allah, “Wahai Rasul, sampaikan semua apa yang telah diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu. Jika engkau tidak melakukan itu, berarti engkau tidak melakukan perintah Allah tersebut”. [QS. Al Maidah: 67].

Antara lain menyebutkan, dalam konteks dakwah bahwa tugas seorang Muslim menyampaikan totalitas ajaran Islam. Ini karena jika ada salah satu dari ajarannya yang tidak atau belum tersampaikan maka sama artinya tidak menyampaikan Islam.

Di sini kembali sisi politik dari Islam meminta peran Muslim untuk berkiprah mengusung dan menyuarakannya. Tentu masing-masing berperan sesuai dengan kapasitas dan otoritasnya masing-masing.[]
Wallahu a’lam bish showab.

Selamat Membaca dan Semoga Bermanfaat.


Referensi:
Agar Bahtera Islam Tidak Tenggelam [Safinah], Majdi Abu ‘Arisy, 2004.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini