Dibalik Perjuangan Ada Setitik Harapan
Di balik gegap gempita pesta demokrasi, di balik layar yang menampilkan senyum kemenangan, ada wajah-wajah letih yang tak tertangkap kamera. Mereka bukan pejabat, bukan tokoh yang tampil di podium, apalagi selebritas politik. Mereka adalah pejuang-pejuang jalanan yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan kadang harga dirinya demi satu hal: perubahan.
Mereka datang bukan saat sorotan terang benderang. Mereka hadir sejak kegelapan, sejak harapan itu masih samar. Dari mengetuk pintu rumah warga, membentangkan spanduk di tengah hujan, hingga menahan lapar saat berjaga di posko. Mereka tak menuntut balasan, cukup dipercaya bahwa apa yang mereka perjuangkan akan membawa kebaikan bagi banyak orang.
Namun, saat kursi telah diduduki, saat kekuasaan telah digenggam, nama-nama mereka mulai menghilang dari ingatan. Pejuang menjadi asing, sementara yang dulu berdiri di seberang, kini duduk di sebelah.
Saat suara rakyat mulai dihitung dan angka kemenangan diumumkan, euforia menyelimuti kubu yang berhasil merebut hati pemilih. Baliho berganti ucapan terima kasih, lagu-lagu kemenangan menggema di ruang-ruang publik, dan pesta kecil digelar di berbagai penjuru. Tapi di tengah sorak-sorai itu, ada sebagian yang hanya bisa menyaksikan dari kejauhan mereka yang pernah berdiri paling depan dalam gelombang perjuangan.
Pejuang-pejuang ini tak selalu berseragam atau memiliki jabatan. Mereka adalah para relawan tanpa pamrih, penggerak akar rumput, bahkan simpatisan yang hanya punya satu senjata: keyakinan. Namun setelah semuanya usai, ruang-ruang kekuasaan tak lagi terbuka untuk mereka. Yang datang justru wajah-wajah baru beberapa di antaranya dulunya lawan, kini berubah haluan, menyodorkan senyum dan kesetiaan baru pada pemenang.
Inilah realitas politik yang sering terjadi. Di saat kemenangan dirayakan, sering kali mereka yang berjasa justru tersingkir. Bukan karena tak cukup berkontribusi, tapi karena dianggap tak lagi relevan secara strategi. Maka muncullah pertanyaan yang menyakitkan tapi penting: apakah perjuangan hanya bernilai selama proses, tapi dilupakan setelah hasil?
Harapan yang dulu menjadi suluh di tengah gelap, kini tinggal bara kecil yang rawan padam. Tapi pejuang sejati tak pernah menagih. Mereka tahu, memperjuangkan sesuatu bukan soal imbalan. Namun, itu tak berarti mereka pantas dilupakan. Karena sejarah politik yang besar selalu ditulis oleh tangan-tangan kecil yang bekerja dalam diam.
Maka, untuk mereka yang kini duduk di kursi kekuasaan, ingatlah: jangan lupakan pejuangmu. Mereka adalah alasan mengapa kamu bisa berdiri di sana hari ini. Menghargai mereka bukan sekadar soal posisi atau jabatan, tapi tentang menjaga nurani dan komitmen awal yang pernah diperjuangkan bersama.
Penulis: Asse Daeng Mallongi
Tinggalkan Balasan