Minggu, 8 September 2024

Hubungan Ibadah dengan Khalifah

Aswan Nasution

Manusia adalah sebagai khalifah di bumi. Manusia sebagai mahkluk terkait dengan Allah dalam bentuk ibadah yang merupakan manifestasi ketakwaannya kepada Allah SWT dilandasi dengan kesadaran dan pemikiran.

Ibadah adalah realisasi dari tujuan diciptakan manusia oleh Allah SWT, Selama manusia hidup di bumi, maka kegiatan serta aktivitas ibadah itu mutlak harus dilaksanakan. Semuanya berorientasi dalam mencari ridha Allah SWT.

Pengertian Ibadah

Ibadah adalah melaksanakan pengabdian diri kepada Allah dengan melaksanakan apa saja yang dapat mendekatkan hati dan jiwa kita kepada Allah, tapi berguna bagi kehidupan.

Dalam Islam ibadah dibagi menjadi dua bagian, yaitu umum dan khusus. Ibadah umum adalah melaksanakan segala perbuatan , tindakan dan prilaku yang diizinkan oleh Allah, namun bermanfaat bagi hidup dan kehidupan sehari-hari, baik individu maupun masyarakat, dan dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Dengan demikian, setiap perbuatan yang diniatkan untuk mencari ridha Allah dapat dikategorikan sebagai ibadah, meski bentuknya dapat bermacam-macam seperti bekerja [apa saja yang halal], mencari ilmu, dan lain sebagainya.

Ibadah khusus adalah melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya yang secara khusus telah ditentukan aturannya, misalnya waktunya, dan cara atau kayfiahnya. Ibadah khusus sebagaimana dimaksud adalah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan perbuatan lainnya sebagaimana diatur dalam syariat Islam.

Hakekat Ibadah

Pada hakekatnya Allah SWT. sama sekali tidak mempunyai kepentingan atau kebutuhan kepada hamba-Nya. Manusia sebagai hamba Allah-lah yang sangat membutuhkan sifat rahmat dan rahim Allah. Namun kebanyakan manusia lalai dan tidak mau berpikir.

Sebagai muslim, kita harus menumbuhkan dan membudayakan perasaan malu pada diri kita masing-masing. Peningkatan keimanan dan ketakwaan diperlukan untuk memiliki rasa malu yang dalam. Dengan demikian seseorang terdorong dan bergairah untuk melaksanakan kebajikan yang makruf dan tetap malu melakukan pelanggaran yang mungkar dan terkutuk.

Malu kepada Allah merupakan tingkatan yang tertinggi yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Orang yang malu kepada Allah akan selalu ingat kepada Allah dan tidak akan berbuat dosa secara sengaja. Wallahu a’lam bishawab.

Referensi:
Ikhlas Beramal, No.13,Th.lll, 2000.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini