Jumat, 16 Mei 2025

Menang Bukan Berarti Menang

Ilustrasi

Gegap gempita Pilkada 2025 telah mereda. Di balik segala strategi, baliho, dan seruan perubahan, satu pertanyaan mendasar harus diajukan, apakah menang di Pilkada benar-benar berarti menang dalam arti yang sesungguhnya?

Dalam konteks demokrasi prosedural, kemenangan ditentukan oleh angka. Siapa yang unggul dalam rekapitulasi KPU, dialah pemenangnya. Namun, sejarah politik lokal di Indonesia mengajarkan kita bahwa banyak yang memenangkan kursi, tetapi gagal memenangkan hati rakyat. Banyak yang sukses meraih jabatan, namun terperosok dalam pusaran kekuasaan yang menjauhkan mereka dari cita-cita awal.

Kemenangan dalam Pilkada kerap kali menjadi gerbang menuju kompromi-kompromi politik. Janji kampanye ditukar dengan akomodasi terhadap kepentingan partai atau kelompok pendukung yang merasa “berjasa”. Pejuang akar rumput yang setia berjuang dari awal hingga akhir, perlahan terpinggirkan. Mereka yang semula menjadi garda terdepan perubahan, justru menjadi saksi pertama dari perubahan arah yang mengecewakan.

Realitas pasca-kemenangan jauh dari ideal. Kemenangan yang seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan rakyat, justru menjadi alat tawar-menawar politik. Dan di titik inilah makna “menang” dipertanyakan. Apakah benar-benar menang, jika yang dikorbankan adalah idealisme dan integritas?

Sesungguhnya, kemenangan sejati tidak ditentukan pada hari penghitungan suara, melainkan pada tahun-tahun pengabdian yang menyusul setelahnya. Kepala daerah yang benar-benar menang adalah mereka yang mampu berdiri tegak di tengah godaan kekuasaan, yang mampu memihak rakyat walau tekanan politik datang dari segala arah.

Masyarakat juga punya peran penting. Jangan sampai euforia kemenangan membuat kita kehilangan daya kritis. Justru saat inilah, kontrol publik dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Kemenangan tanpa pengawasan bisa menjadi bencana demokrasi yang dibungkus dengan legitimasi suara rakyat.

Maka benar adanya: menang bukan berarti menang. Menang angka, tapi kalah prinsip. Menang kekuasaan, tapi gagal mewujudkan keadilan. Jika itu yang terjadi, maka kemenangan hanyalah kedok, dan rakyat kembali jadi korban permainan elite.

Penulis : Asse Daeng Mallongi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini