Menggunakan Lisan Perlu Etika
“Lisan orang yang berakal muncul dari baik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.” [HR. Bukhari-Muslim].
LISAN adalah media komunikasi manusia yang menjembatani antara seseorang dan yang lainnya sehingga mampu memahami maksud yang disampaikan dengan perentara indera wicara. Menggunakan lisan Perlu etika. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan.” [QS. Ash-Shaf: 2-3].
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi [IPTEK] yang makin pesat, menjadikan media berbicara ikut berkembang. Kemampuan mengolah lisan pun ikut berkembang. Bahkan dengan perkembangan itu, umat manusia dapat diarahkan untuk masuk dalam kondisi tertentu.
Saat ini, kebebasan berbicara menjadi euforia, seakan berbicara tidak mengenal etika dan cenderung lepas kendali. Karena luasnya ruang ini, tak jarang, persoalan lisan ini berkembang menjadi ajang saling maki, saling hujat, saling merendahkan, dan sering menimbulkan konflik/perseteruan.
Amatlah dilematis ketika penggunaan lisan ini ternyata bisa membuat banyak pihak merasa terusik ketenteramannya. Untuk itu, Islam mengajak umat agar senantiasa menjaga lisan. Dengan begitu, lisan menjadi selalu digunakan untuk sesuatu yang baik, tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT.
Rasulullah SAW, bersabda, “Lisan orang yang berakal muncul dari hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.” [HR. Bukhari-Muslim].
Orang-orang yang beriman, dalam menggunakan lisan hendaknya tepat sasaran dan waktu. Artinya, dalam berbicara harus terlebih dahulu memperhatikan sasaran pembicaraan serta memilih saat yang tepat, sehingga dapat efektif. Ayat, hadis, dan peristiwa tersebut menegaskan betapa besarnya Islam memberikan perhatian terhadap pemeliharaan fungsi lisan. Islam memandang urusan lisan sebagai masalah serius.
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW, pernah berpesan kepada seorang Badwi yang selalu berbicara berlebihan. Pesan itu berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai pembicaraan yang berlebihan. Maka Allah mencerahkan wajah seseorang yang berbicara menurut kebutuhan saja.” [HR. Muslim].
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan lisan adalah sebagai berikut :
Pertama, lisan memiliki keterkaitan langsung dengan keimanan yang merupakan dasar paling penting bagi kehidupan manusia.
Kedua, keberdaan lisan dan perilaku harus selaras agar kita terhindar dari murka Allah.
Ketiga, keharusan mengambil sikap diam ketika pembicaraan tidak memuat kebenaran.
Keempat, bertanya kepada hati nurani, dan memilih kata yang tepat serta sesuai sebelum berbicara, mutlak diperlukan. Segala yang terucap dari lisan merupakan simbol atau cerminan diri penuturnya. Wallahu a’lam bish showab.
Referensi:
Dikutip dari berbagai sumber
Tinggalkan Balasan