Rabu, 5 Februari 2025

Petani dan Perempuan Loeha Raya Bersatu: Seruan Tolak Tambang PT Vale Indonesia di Tanah Malia

Aksi petani dan perempuan masyarakat Loeha Raya, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur (istimewa)

Malili, TrenNews.id – Ratusan petani dan perempuan masyarakat Loeha Raya, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, menyuarakan penolakan tegas terhadap aktivitas pertambangan PT Vale Indonesia di Tanah Malia. Bersama dengan Assosiasi Petani Lada Loeha Raya, mereka melakukan aksi damai di kantor PT Vale Indonesia di Sorowako, pada Senin (23/12/2024) lalu, berharap dapat berdialog langsung dengan manajemen perusahaan.

Namun, dialog yang diharapkan tidak terlaksana. PT Vale Indonesia menolak berdiskusi secara langsung di lokasi dengan alasan kapasitas ruang yang tidak memadai untuk menampung seluruh peserta aksi. Sebagai gantinya, perusahaan menawarkan diskusi dengan perwakilan massa di kantor External Relation atau Departemen Security Service (DSS). Tawaran ini ditolak oleh petani dan perempuan Loeha Raya, yang menegaskan bahwa seluruh peserta aksi memiliki hak setara untuk berdialog tanpa diwakilkan.

Kekecewaan atas kegagalan dialog mendorong massa aksi menuju gedung DPRD Luwu Timur. Di sana, mereka membentangkan spanduk berisi tuntutan tegas:

“Keluarkan Izin Konsesi PT Vale di Loeha Raya dan Rante Angin dan Hentikan semua kegiatan pertambangan PT Vale di Tanah Malia.” Bunyi tulisan dalam spanduk tersebut.

Pesan ini mencerminkan keresahan masyarakat Loeha Raya terhadap potensi kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap mata pencaharian mereka akibat aktivitas tambang.

Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan sehari setelah aksi, Head of Communication PT Vale Indonesia, Vanda, menyatakan komitmen perusahaan terhadap dialog terbuka dan transparan. PT Vale menegaskan bahwa aktivitas di Blok Tanamalia dilakukan dengan melibatkan masyarakat terdampak, pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten.

Menurut PT Vale, tawaran dialog kepada perwakilan petani adalah langkah untuk menjaga kondusivitas aksi, mengingat jumlah massa yang besar. Perusahaan juga berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

Bagi petani dan perempuan Loeha Raya, tanah Malia bukan sekadar lahan, tetapi juga simbol warisan budaya dan keberlanjutan hidup. Penolakan tambang mencerminkan keinginan masyarakat untuk melindungi lingkungan dan kehidupan mereka dari eksploitasi yang dianggap tidak sejalan dengan kebutuhan lokal.

Aksi ini menegaskan bahwa dialog inklusif dengan mendengarkan suara masyarakat secara menyeluruh menjadi kunci dalam mengelola konflik antara perusahaan tambang dan komunitas lokal.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini