Polemik Larangan Jilbab Paskibraka, Ini Sikap Tegas Ketua Laz Al Washliyah Sumut
MEDAN,TRENNEWS.ID – Momen Hari Hut Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 79 Tahun pada 17 Agustus 2024 dicemari oleh kabar buruk. Kabar ini datang dari para patriot muda yang tergabung dalam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA) yang akan bertugas pada Upacara HUT Kemerdekaan RI di Ibukota Nusantara (IKN) . Hal ini dikarenakan adanya larangan mengenakan jilbab bagi Paskibraka putri oleh BPIP dengan alasan keseragaman.
Hal ini menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat karena kegembiraan menyambut HUT RI ke 74 Tahun ini dicederai dengan isu yang tidak Pancasilais bahkan menjurus kepada pelanggaran HAM. Sebab, jilbab sebagai hak bagi muslimah untuk dikenakan dalam segala aktivitas telah mendapat larangan dengan alasan yang tidak logis dari BPIP.
Kepada awak media, di Kantor PW AW Sumut pada hari Kamis (15/08/24). Banu Wira Baskara selaku Ketua LAZ Al Washliyah Sumatera Utara menyoroti apa yang terjadi pada paskibraka putri ini.
“Saya menilai bahwa sikap BPIP yang sering membuat kegaduhan harus segera dievaluasi baik itu personal Kepala BPIP yakni Profesor Yudian Wahyudi ataupun BPIP secara kelembagaan memang benar-benar dibutuhkan atau tidak”, ujarnya.
Menurut Banu, sapaan akrabnya bahwa rekam jejak Profesor Yudian Wahyudi memang dianggap kontroversial. Beberapa pernyataannya yang menyinggung soal agama sering membuat kegaduhan. Pada 2018 ketika menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga, beliau pernah membuat aturan larangan mengenakan cadar bagi mahasiswi. Kemudian pada 2020 juga ada pernyataan bahwa “musuh terbesar Pancasila adalah agama”, hingga yang terkini larangan jilbab bagi Paskibraka putri.
Meskipun sudah ada permintaan maaf secara resmi dari BPIP dan kini Paskibraka putri sudah dibolehkan mengenakan jilbab, Banu menilai harus ada evaluasi yang serius dari pemerintah.
“Profesor Yudian Wahyudi sudah sangat meresahkan, tidak layak menjadi Kepala BPIP. Cadar dilarang, agama dianggap musuh Pancasila, Paskibraka putri dilarang berjilbab. Kalau ini terus dibiarkan maka saya mengganggap inilah defenisi dijajah oleh bangsa sendiri. Sebab BPIP yang harusnya menjaga Pancasila malah mencederai Pancasila itu sendiri karena ulah Kepala BPIP sendiri”, tegas Banu.
Ia berharap keberadaan BPIP harus dikaji ulang baik secara fungsi maupun orang-orang yang layak duduk di BPIP. (Rasyid Siddiq)
Tinggalkan Balasan