Puluhan Perusahaan Tambang di Sultra Tak Lakukan Rehabilitasi Hutan dan DAS, Pemerintah Diminta Lebih Tegas
KENDARI, TRENNEWS.ID – Puluhan perusahaan pertambangan pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) di Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang PPKH.
Kewajiban yang dimaksud yakni kewajiban pemegang PPKH untuk melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hal itu disampaikan oleh direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo.
Ia mengungkapkan, kurang lebih 33 perusahaan tambang pemegang PPKH tidak melaksanakan rehabilitasi hutan dan rehabilitasi DAS. Padahal kata dia, hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang PPKH.
“Jadi rehabilitasi hutan dan DAS ini adalah kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh pemegang PPKH, Bahkan sanksinya pun sangan berat yaitu pembatalan atau pencabutan izin PPKH nya”. Katanya melalui siaran persnya, Jumat (19/7/24).
Hendro menerangkan, bahwa dari 33 pemegang PPKH yang tidak melaksanakan kewajiban rehabilitasi hutan dan DAS terbagi atas 24 pemegang PPKH yang masih aktif sampai saat ini dan 9 lainnya sudah berakhir.
“Ini mesti di kejar oleh pemerintah, khususnya perusahaan pemegang PPKH yang sudah berakhir agar mereka bisa melaksanakan kewajiban rehabilitasi hutan dan DAS”. Imbuhnya
Aktivis nasional itu lalu menyebutkan, berdasarkan data yang dia miliki, 24 perusahaan pemegang PPKH aktif yang tidak melaksanakan kewajiban rehabilitasi hutan dan DAS periode 2020 – 2023 yakni, PT. ACM, PT. AT, PT. BPM, PT. BSM, PT. BKM, PT. BSJ, PT. CNI, PT. EKU, PT. GKP, PT. JR, PT. KAA, PT. KKUPTT, PT. MPUP, PT. MUR, PT. PPT, PT. REI, PT. SPR, PT. SCM, TEPTHK, PT. TI, PT. UBP, PT. WIL, PT. YJ, PT. PIP.
Sedangkan 9 pemegang PPKH nonaktif yang juga tidak melaksanakan rehabilitasi hutan dan DAS yakni, PT. BDM, PT. BBDM, PT. BIS, PT. NL, PT. PS, PT. SMM, PT. SPR, PT. SAM, PT. TEE.
Lebih lanjut, Hendro menjelaskan, bahwa perusahaan yang sudah melewati batas waktu yang di berikan dan belum melaksanakan kewajiban rehabilitasi hutan dan DAS harus diberikan sanksi tegas berupa pencabutan izin PPKH.
Sebab menurutnya, rehabilitasi hutan dan DAS sangat esensial karena menyangkut keselamatan rakyat.
“Pemerintah jangan terlalu lemah terhadap pengusaha, sebab akibat kelemahan pemerintah dalam mengawal rehabilitasi hutan dan DAS di wilayah pertambangan, masyarakat yang menjadi korban”. Tegasnya
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu menuturkan, bahwa ketentuan mengenai kewajiban perusahaan pemegang PPKH untuk melaksanakan rehabilitasi hutan dan DAS tertuang secara jelas dalam Pasal 99 ayat 1 angka (2), Pasal 277 PP No. 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Kemudian, Permen LHK RI No. 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Selanjutnya Pasal 40 ayat (1) dan (2) serta Pasal 41 ayat (1) dan (2) Permen LHK RI No. P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai
“Aturan-aturan ini jelas, aturan ini adalah turunan dari UU Kehutanan, sehingga kewajiban rehabilitasi hutan dan DAS ini konsekuensinya adalah sanksi administrasi dan sanksi pidana”. Jelasnya
Oleh karena itu, Hendro Nilopo menyarankan kepada pihak-pihak terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara untuk serius dan memberikan sanksi tegas kepada seluruh perusahaan tambang yang belum melaksanakan kewajiban Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai.
“Kalau pemerintah lemah, maka yang akan jadi korban adalah masyarakat di sekitar tambang, apalagi bagi masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber kehidupan mereka”. Tutupnya (Red)
Tinggalkan Balasan