Simbiosis Parasitisme Dalam Gelombang Investasi Pertambangan Nikel Di Bumi Anoa, Ancaman Nyata Bagi Kehidupan Masyarakat Lingkar Tambang
Dari aspek investasi, kondisi tersebut tentu menjadi suatu keuntungan bagi daerah. Sebab semakin tinggi pertumbuhan investasi maka akan semakin tinggi pula Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, dari aspek kesejahteraan masyarakat lonjakan investasi pertambangan di Sulawesi Tenggara justru menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat khususnya yang bermukim di lingkar wilayah pertambangan.
Bagaimana tidak, sebagian besar pelaku investasi (pemegang IUP) terkadang hanya mementingkan keuntungan dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan mereka hingga melupakan dampak negatif yang di terima oleh masyarakat. Baik dari aspek kerusakan lingkungan sampai dengan polemik penguasaan lahan masyarakat.
Kondisi tersebutlah yang menjadi pemicu maraknya gejolak penolakan investasi pertambangan serta konflik berkepanjangan antara masyarakat dan pelaku investasi di beberapa wilayah pertambangan nikel yang ada di Sulawesi Tenggara.
Adapun contoh konflik antara pelaku investasi dengan masyarakat antara lain, konflik antara PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe, PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) dan PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan, PT. Ceria Nugraha Indotama dengan masyarakat di Kabupaten Kolaka dan PT. Citra Silika Malawa (CSM) dan Riota Jaya Lestari (RJL) dengan masyarakat di Kabupaten Kolaka Utara.
Hal itu di karenakan minimnya pemahaman pelaku investasi terkait tujuan utama investasi serta minimnya pemahaman tentang pedoman pengelolaan sumber daya alam baik dan benar yang pada akhirnya menimbulkan kerugian besar bagi kehidupan masyarakat.
Uraian diatas menjadi bukti nyata, bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam proses ekspolitasi sumber daya alam di negeri ini termaksud di provinsi Sukawesi Tenggara. Sebagian besar pelaku investasi pertambangan belum mampu menumbuhkan hubungan simbiosis mutualisme antara pelaku usaha dengan masyarakat guna mencapai keamanan dan kenyamanan dalam berinvestasi.
Pelaku investasi seharusnya mampu menerapkan dan menjalankan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar atau Good Mining Practice. Selain itu, pelaku investasi juga wajib menumbuhkan hubungan simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan antara pelaku investasi dengan masyarakat. Bukan malah menjadi parasit yang hanya ingin mendapatkan keuntungan lalu apatis dengan dampak dan kerugian yang di alami oleh masyarakat.
Amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan jelas menekankan, kekayaan negeri ini di kelola oleh di pergunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain aman konsitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 Ayat (3), kewajiban investasi untuk mengutamakan hak dan keselamatan rakyat juga tertuang dalam UU Minerba, UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup dan UU Lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam di negeri ini.
Penulis : Hendro Nilopo
Mahasiwa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum – Sulawesi Tenggara
Dewan Pendiri Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP)
Dewan Pendiri Lembaga Pemantau Penegakan Hukum (LPPH)
Tinggalkan Balasan