Simbiosis Parasitisme Dalam Gelombang Investasi Pertambangan Nikel Di Bumi Anoa, Ancaman Nyata Bagi Kehidupan Masyarakat Lingkar Tambang
KENDARI, TRENNEWS.ID – Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang berlimpah. Terlebih dari aspek kandungan mineral logam berupa ore nikel yang dimikili, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Cadangan nikel di Indonesia mengungguli empat negara penghasil nikel terbesar lainnya seperti Filipina, Rusia, Kaledonia Baru dan Australia.
Tak heran ketika Indonesia disebut sebagai primadona dimata investor dari berbagai belahan dunia, terkhusus bagi investor yang bergerak di bidang pertambangan biji nikel, seakan tak ingin ketinggalan untuk bisa turut berinvestasi pada sektor pertambangan di Indonesia sampai saat ini.
Lonjakan gelombang investasi yang kian masif memasuki sektor pertambangan di berbagai daerah di Indonesia tentu menimbulkan kekhawatiran. Sebab proses eksploitasi biji nikel sangat erat kaitannya dengan potensi kerusakan lingkungan.
Apalagi jika eksploitasi di lakukan tidak berdasarkan pada pedoman dan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar, maka konsekuensinya adalah bencana alam dan kerusakan lingkungan yang tentunya menjadi ancaman besar bagi kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah mesti melakukan penguatan dan reformasi peraturan tentang bagaimana penataan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan benar agar masyarakat merasakan dampak positif atas hadirnya investasi pertambangan di suatu daerah.
Sebab tatanan pengelolaan sumber daya alam yang selama ini di tuangkan dalam berbagai ketentuan peraturan perundangan-undang sebagai pedoman bagi pelaku investasi guna mencegah terjadinya eksploitasi biji nikel dengan cara-cara yang tidak lazim tidak lagi memberikan jaminan keselamatan serta kesejahteraan masyarakat yang berada di lingkar wilayah investasi.
Bahkan aturan yang di bentuk oleh pemerintah baik yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945, undang-undang, maupun aturan turunan lainnya seperti, peraturan pemerintah (PP), peraturan menteri (permen) hingga peraturan daerah (perda). Seakan tidak menjadi penghalang bagi sebagian besar pelaku investasi (penambang) untuk terus melakukan kegiatan pertambangan secara ugal-ugalan.
Kondisi tersebut berbanding lurus dengan kondisi yang terjadi hampir di seluruh wilayah pertambangan yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan data yang ada, Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik mineral logam maupun mineral bukan logam dan batuan yang di terbitkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai kewenangannya secara keseluruhan berjumlah 363 IUP. Yang terdiri dari IUP Mineral Logam sebanyak 203 IUP dan IUP Mineral Bukan Logam dan Batuan sebanyak 160 IUP.
Meski terkenal sebagai daerah dengan cadangan nikel yang sangat melimpah hingga banyak investor berbondong-bondong berinvestasi, namun Sulawesi Tenggara masih sangat jauh dari kata sejahtera. Justru masyarakat kerap menjadi korban atas kegiatan penambangan nikel secara ugal-ugalan.
Hal itu dapat dibuktikan dengan terjadinya berbagai gejolak antara masyarakat dan pelaku investasi (pemilik IUP) di berbagai wilayah pertambangan, yang terdapat di provinsi Sulawesi Tenggara pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Dari aspek investasi, kondisi tersebut tentu menjadi suatu keuntungan bagi daerah. Sebab semakin tinggi pertumbuhan investasi maka akan semakin tinggi pula Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, dari aspek kesejahteraan masyarakat lonjakan investasi pertambangan di Sulawesi Tenggara justru menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat khususnya yang bermukim di lingkar wilayah pertambangan.
Bagaimana tidak, sebagian besar pelaku investasi (pemegang IUP) terkadang hanya mementingkan keuntungan dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan mereka hingga melupakan dampak negatif yang di terima oleh masyarakat. Baik dari aspek kerusakan lingkungan sampai dengan polemik penguasaan lahan masyarakat.
Kondisi tersebutlah yang menjadi pemicu maraknya gejolak penolakan investasi pertambangan serta konflik berkepanjangan antara masyarakat dan pelaku investasi di beberapa wilayah pertambangan nikel yang ada di Sulawesi Tenggara.
Adapun contoh konflik antara pelaku investasi dengan masyarakat antara lain, konflik antara PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe, PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe Kepulauan, PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) dan PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS) dengan masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan, PT. Ceria Nugraha Indotama dengan masyarakat di Kabupaten Kolaka dan PT. Citra Silika Malawa (CSM) dan Riota Jaya Lestari (RJL) dengan masyarakat di Kabupaten Kolaka Utara.
Hal itu di karenakan minimnya pemahaman pelaku investasi terkait tujuan utama investasi serta minimnya pemahaman tentang pedoman pengelolaan sumber daya alam baik dan benar yang pada akhirnya menimbulkan kerugian besar bagi kehidupan masyarakat.
Uraian diatas menjadi bukti nyata, bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam proses ekspolitasi sumber daya alam di negeri ini termaksud di provinsi Sukawesi Tenggara. Sebagian besar pelaku investasi pertambangan belum mampu menumbuhkan hubungan simbiosis mutualisme antara pelaku usaha dengan masyarakat guna mencapai keamanan dan kenyamanan dalam berinvestasi.
Pelaku investasi seharusnya mampu menerapkan dan menjalankan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar atau Good Mining Practice. Selain itu, pelaku investasi juga wajib menumbuhkan hubungan simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan antara pelaku investasi dengan masyarakat. Bukan malah menjadi parasit yang hanya ingin mendapatkan keuntungan lalu apatis dengan dampak dan kerugian yang di alami oleh masyarakat.
Amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan jelas menekankan, kekayaan negeri ini di kelola oleh di pergunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain aman konsitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 Ayat (3), kewajiban investasi untuk mengutamakan hak dan keselamatan rakyat juga tertuang dalam UU Minerba, UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup dan UU Lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam di negeri ini.
Penulis : Hendro Nilopo
Mahasiwa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum – Sulawesi Tenggara
Dewan Pendiri Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP)
Dewan Pendiri Lembaga Pemantau Penegakan Hukum (LPPH)
Tinggalkan Balasan