Korban Mafia Tanah Bendungan Lau Simeme Biru-Biru Deli Serdang Kirim Surat Terbuka
JAKARTA, TRENNEWS.ID – Bendungan Lau Simeme beroperasi usai diresmikan Presiden RI Joko Widodo, 16/10/204 lalu. Mempunyai luas sekitar 480,5 Ha. Jadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kecamatan Sibiru-Biru, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Namun pasca diresmikannya, bendungan tersebut justru masih meninggalkan luka yang teramat dalam bagi warga yang terkena langsung dampak dari pembangunan proyek tersebut.
Duka yang dirasakan warga dapat dilihat ungkapan mereka yang dituangkan dalam surat terbuka yang ditujukan kepada sejumlah instansi dari tingkat daerah hingga kepala negara.
Berikut isi surat terbuka dari warga korban PSN Bendungan Lau Simeme, Biru-Biru, Deli Serdang yang bertanggal 09/12/2024, dengan keterangan Ibu Muliana Pinem S.H selaku Perwakilan Masyarakat Dalam Aksi Damai.
Kepada Yth :
1.Presiden RI
2.Ketua DPR RI
3.Gubernur Sumatera Utara
4.Ketua DPRD Sumut
5.Pj. Bupati Deli Serdang
6.Ketua DPRD Deli Serdang
7.Instansi Terkait Lainnya
Bersama ini kami masyarakat Kec. Sibiru-Biru Kab. Deli Serdang Prov. Sumatera Utara, yang mana dalam kegiatan proyek bendungan Lau Simeme terdapat 6 (enam) desa yang menerima dampak langsung kegiatan tersebut yakni Desa Kuala Dekah, Desa Sari Laba Jahe, Desa Rumah Gerat, Desa Mardinding Julu, Desa Siria-ria dan Desa Penen.
Bahwa dalam proses pengembalian ganti rugi yang tidak layak, kami sebagai korban terus berjuang meminta perhatian serta keadilan hukum.
Selama ini tanah kami diambil untuk keperluan bendungan Lau Simeme, namun mengapa sampai detik ini belum di bayarkan.
Sebagai masyarakat yang tidak mendapatkan keadilan, kami mulai melakukan gerakan dan tindakan dalam bentuk aksi damai di Gedung DPR RI dan Istana Presiden di Jakarta.
Kami 100 (seratus) orang perwakilan dari 5 (lima) desa menahan kesedihan sehingga mencari keadilan di gedung DPR RI dan Istana Presiden untuk bertemu Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bapak Wakil Presiden Gibran.
Kami nekat berangkat dari Kabupaten Deli Serdang dengan menyewa 2 (dua) unit bus, menempuh perjalanan darat selama 3 (tiga) hari 2 (dua) malam bersama istri dan anak, disebabkan oleh sebuah kepahitan karena tanah dan lahan kami yang diambil untuk keperluan Proyek Bendungan itu hanya akan dibayarkan seharga Rp.15.000/meter, sedangakan harga pasaran Rp.400.000/meter.
Sebagai korban kemunafikan para mafia tanah kami ingin mengadukan hal ini kepada wakil kami yang berada di DPR RI dan juga kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 10 dan 11 Desember 2024.
Kami sudah bingung, kemana lagi harus mencari keadilan, harapan kami sebagai warga masyarakat meminta tolong agar para mafia tanah yang sudah masif di daerah kami dapat dibasmi sampai ke akarnya.
Kami berharap kepada Bapak Presiden dapat mengambil tindakan dan kebijakan seadil-adilnya atas kezoliman yang sudah kami terima.
Tolong diberantas semua mafia tanah Bendungan Lau Simeme Biru-Biru, pemerintah melalui KJPP yang telah menentukan nilai secara variatif seperti Rp.15.000, Rp.25.000, Rp.100.000 bahkan ada yang mencapai Rp.200.000 sehingga menurut kami harga tersebut tidak mencerminkan rasa berkeadilan.
Kami tidak akan menyerah dalam memperjuangkan hak kami, tanah yang digunakan untuk Bendungan Lau Simeme Biru-Biru adalah milik kami bahkan terdapat Tanah Makam yang kami anggap sebagai situs budaya juga sampai dengan detik ini belum mendapatkan ganti rugi.
Kami bukanlah pencuri ataupun perampok, aksi unjuk rasa damai ini adalah murni di perjuangkan agar hak kami selaku warga masyarakat dapat di berikan berdasarkan Azaz Sila ke 5 (lima) Pancasila yang berbunyi : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA serta meminta keadilan hukum karena tanah dan lahan kami telah diambil dan dirampok oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kami memohon kepada Ketua dan para wakil rakyat di DPR RI, kepada Bapak Presiden RI beserta Wakil Presiden RI serta pihak terkait lainnya agar dapat memperjuangkan hak-hak kami sebagai warga yang meminta dan menuntut keadilan. (A.Nst)
Tinggalkan Balasan