Kembali Gelar Aksi, PERANTARA Desak Pencabutan Izin PT Sulawesi Cahaya Mineral
Jakarta, TrenNews.id — Perhimpunan Aktivis Nusantara (PERANTARA) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, pada Jumat (20/6). Dalam aksi tersebut, massa mendesak pencabutan izin operasi PT SCM yang berlokasi di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
PT SCM merupakan anak perusahaan dari PT Merdeka Battery Minerals Tbk yang bergerak di sektor pertambangan nikel. Massa aksi menilai operasional perusahaan tersebut telah menimbulkan sejumlah persoalan serius, termasuk dugaan kerusakan lingkungan dan terganggunya aliran sungai yang berdampak pada banjir di beberapa wilayah di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara.
Koordinator aksi, Eghy Seftian, menyampaikan bahwa negara harus hadir dan bertindak terhadap dugaan kerusakan ekologis yang ditimbulkan oleh PT SCM. Ia menilai aktivitas perusahaan telah melanggar Pasal 96 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang mewajibkan perusahaan tambang untuk mengelola dan memantau lingkungan hidup secara berkelanjutan.
“PT SCM diduga menyebabkan kerusakan hutan yang berdampak pada banjir dan rusaknya lingkungan hidup. Ini adalah pelanggaran serius,” ujar Eghy dalam orasinya.
Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (HIMA SULTRA) Jakarta ini juga menyinggung Pasal 134 UU Minerba yang mengatur bahwa kegiatan pertambangan harus memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan menghormati hak-hak mereka.
Selain soal lingkungan, massa aksi juga mempertanyakan realisasi janji PT SCM terkait pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) di Desa Lalomerui. Janji tersebut dinilai tidak kunjung terealisasi hingga kini.
PERANTARA mencurigai bahwa janji pembangunan smelter hanya merupakan strategi perusahaan untuk memperoleh kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dalam jumlah besar. Diketahui, kuota RKAB PT SCM mencapai 19 juta metrik ton, angka yang dinilai terlalu besar dan tidak masuk akal.
“Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba, untuk mengevaluasi ulang pemberian kuota RKAB terhadap PT SCM,” kata Eghy.
Ia juga menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada kepentingan pemilik modal. Jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas, PERANTARA menyatakan siap menggelar aksi lanjutan dengan skala yang lebih besar di berbagai lembaga negara.
“Aksi ini bukan akhir, tapi awal dari gelombang protes yang lebih luas jika pemerintah tetap diam,” tegasnya.
Aksi tersebut juga membawa pesan penolakan terhadap investasi yang dianggap merampas tanah adat dan mengganggu ruang hidup masyarakat lokal. “Kami tidak anti-investasi, tapi kami menolak jika investasi dilakukan dengan cara-cara yang merusak dan menindas,” tutup Eghy.
Pewarta : Muh Rahim

Tinggalkan Balasan