Minggu, 8 September 2024

Bertandang Ke Kejati Sultra, Ampuh Beberkan Dugaan Korupsi Kepala BPBD Konut dan Oknum Kontraktor Inisial YKB

Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (Ampuh Sultra) melakukan aksi unjuk rasa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra

KENDARI, TRENNEWS.ID – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (Ampuh Sultra) melakukan aksi unjuk rasa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Rabu (17/4/24).

Aksis tersebut guna mengusut terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi atau mark up pada proyek Pembersihan Lapangan dan Perataan Tanah serta proyek pembangunan Hunian Tetap (huntap) di Kab. Konawe Utara.

Dugaan tindak pidana korupsi tersebut diduga melibatkan kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Konawe Utara serta oknum kontraktor inisial YKB.

Proyek tersebut menelan anggaran senilai 6 miliar lebih untuk 8 titik lokasi pengerjaan, namun yang menjadi materi Ampuh Sultra hanya memuat 4 titik lokasi yang dinilai menelan anggaran yang tidak wajar.

Seperti yang disampaikan oleh direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo.

“Jadi proyek land clearing ini total ada 8 titik, tapi yang kami duga kuat anggarannya di mark up itu ada 4 titik, nah itulah yang jadi materi dalam laporan kami hari ini,” Katanya, Rabu (17/4/2024).

Hendro lalu menyebutkan, keempat titik lokasi proyek yang diduga di mark up berada di Desa Tapuwatu, Desa Walalindu, Desa Puuwanggudu, dan Desa Wanggudu Raya.

Adapun rincian anggaran untuk pengerjaan proyek Pembersihan Lapangan dan Perataan Tanah tersebut yakni :
1. Desa Tapuwatu Rp. 1, 463.200.000
2. Desa Walalindu Rp. 1, 135.060.000
3. Desa Puuwanggudu Rp. 1, 279.400.000
4. Desa Wanggudu Raya Rp. 1, 286.960.000
Total : Rp. 5, 164.620.000

Dalam proyek tersebut, lanjut Hendro, kepala BPBD Kab. Konut dan oknum kontraktor inisial YKB diduga kuat berkonspirasi melakukan mark up terkait anggaran proyek yang di maksud.
Sebab kata dia, anggaran yang digunakan pada proyek pembersihan lapangan dan perataan tanah di empat titik tersebut sangat tidak masuk akal.

“Mau di putar seperti apapun menurut kami sangat tidak logis, proyek land clearing satu titik memakan anggaran Rp. 1 miliar lebih,” Imbuhnya.

Anggaran tersebut menurut Hendro, sangat tidak masuk akal. Bahkan jika di bandingkan dengan kegiatan yang sama di lokasi tanah bebatuan pun tidak membutuhkan anggaran sebanyak itu.

“Bisa di bandingkan, dengan proses land clearing di wilayah tambang yang tanahnya terdapat batuan. Tidak sampai sebesar itu anggarannya ,” Jelasnya.

Apalagi menurutnya, lokasi yang di kerjakan oleh oknum kontraktor inisial YKB itu memiliki tekstur tanah yang biasa.

“Kami punya foto lokasinya, tanahnya biasa saja seperti tanah biasa pada umunya,”Pungkas mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu.

Oleh karena itu pihaknya meyakini bahwa anggaran pada proyek Pembersihan Lapangan dan Perataan Tanah tersebut di mark up atau di lebih-lebihkan.

“Kuat keyakinan kami, bahwa proyek tersebut memang di tinggikan anggarannya atau di mark up. Semoga hasil kajian kami sepersepsi dengan APH dalam hal ini Kejaksaan Agung,”Tegasnya .

Selain itu, pihaknya juga meminta agar Kejaksaan Tinggi Sultra melakukan penyelidikan menyeluruh terkait adanya dugaan korupsi pada proyek pembangunan Hunian Tetap (huntap) bagi korban bencana di Kab. Konawe Utara.

“Proyek ini juga kami duga ada indikasi korupsinya, yang dimana desain pembangunan huntap yang di setujui oleh BNPB adalah model tunggal, namun di lokasi di kerjakan menjadi model couple,”Imbuhnya.

Terakhir pria yang akrab disapa Egis itu meminta agar Kejaksaan Tinggi Sultra segera memanggil dan memeriksa pihak yang bersangkutan dalam hal ini kepala BPBD Kab. Konawe Utara dan kontraktor inisial YKB.

“Keduanya harus segera di panggil dan di periksa, agar jika terbukti ada kerugian negara pada proyek land clearing itu bisa segera di kembalikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,”Ujarnya.

Pihaknya juga menegaskan akan melakukan aksi demonstrasi susulan dengan kuantitas masa yang besar, jika kedua pihak bersangkutan tidak segera di panggil dan di periksa dalam waktu 3 x 24 jam.

“Ini merupakan bentuk komitmen kami, jika yang bersangkutan tidak di panggil dalam waktu 3×24 jam, maka kami akan kembali gerudug Kejaksaan Tinggi Sultra,” Tutupnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini