Diduga Lakukan Penganiayaan Berat terhadap Slamet Riyadi, Oknum ASN di Lamongan Hanya Dijerat Pasal 351 KUHP Ayat 1
TRENNEWS||LAMONGAN, – Slamet Riyadi (42), warga Dusun Parengan, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, mengaku mengalami gangguan kesehatan di bagian kepala. Sesekali ia mengalami pusing, sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya sebagai petani dan peternak.
Trauma di kepala yang dialami Slamet Riyadi, diduga tidak lepas dari efek pemukulan yang dialaminya pada 25 Agustus 2024 lalu. Akibatnya, ia terpaksa harus opname di rumah sakit selama 7 hari lantaran trauma di kepalanya itu masih dirasakan sampai sekarang.
Kini, kasus dugaan penganiayaan terhadap Slamet Riyadi, sudah masuk ke persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan dengan perkara nomor 158/Pid.B/2024/PN Lmg.
Sidang kedua dalam perkara tersebut digelar pada Senin, 04 November 2024. Agendanya, pemeriksaan saksi oleh Penuntut Umum. Adapun terdakwanya ialah PD (inisial) warga Desa Sambangrejo.
Kepada wartawan, Slamet Riyadi menjelaskan ihwal penganiayaan yang dialaminya. Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada 25 Agustus 2024 sekitar jam 17.30 WIB. Sore itu, dia pulang dari mengambil rumput untuk pakan ternak di sawahnya dengan mengendarai motor Suzuki Smash warna merah kombinasi hitam.
Sampai di rumahnya, Slamet mengaku didatangi oleh inisial KY. KY sendiri merupakan mertua dari terduga pelaku PD. Kepada Slamet, KY bilang saat mengendarai motor pulang dari sawahnya, dia sambil “mbleyer” di depan KY. Karena itu, KY tidak terima dan melabrak Slamet di rumahnya.
Kepada KY, Slamet menegaskan jika dia tidak “mbleyer”, apalagi di depan Kariyono.
“Saya bilang ke KY, sepeda saya sudah tua, siapa yang bleyer? Kedengarannya mbleyer, padahal itu memang suara knalpotnya nyaring,” kata Slamet.
Kemudian, Slamet hendak makan bakso di rumahnya. Belum sempat makan, tiba-tiba PD berlari menghampiri Slamet. Seketika, kepala Slamet dihantam dengan balok kayu.
“Mukulnya sambil melompat. Setelah kepala saya dihantam dengan kayu, muka saya dipukul pelaku dengan tangannya, mengenai bibir. Bibir saya pecah. Hidung berdarah. Tidak berhenti disitu. Telinga saya juga dipukul sampai mengeluarkan darah. Saya tersungkur ke tanah,” jelas Slamet.
Slamet pun tersungkur di tanah berlumuran darah dengan tubuh penuh darah. KY yang menghampiri hendak menolongnya, namun Samet menolak dan dia berdiri menuju motornya.
“Lekas saya mengendarai motor menuju Puskesmas. Disitu saya diperiksa. Luka di kepala akibat pukulan balok kayu dijahit 10. Setelah dari Puskesmas, sekitar jam 07.00 WIB, saya ke Polsek Modo untuk melaporkan pelaku. Di Polsek Modo, laporan tidak diproses. Tapi saya diantar ke Polres naik mobil patroli Polsek Modo. Sampai di Polres Lamongan, saya laporan. Lalu dibawa ke RSUD Dr Soegiri Lamongan untuk divisum,” jelas Slamet.
Setelah laporan dan visum selesai, Slamet pulang ke rumahnya sekitar pukul 04.00.WIB. Dijelaskan Slamet, pagi harinya, dia memeriksakan kesehatannya lagi. Setelah cek kesehatan, dokter menyarankan agar Slamet opename.
“Selama 7 hari saya opname. Di rumah sakit, pelaku datang minta maaf dan ngajak damai. Saya maafkan, tapi proses hukum tetap lanjut. Karena saya butuh keadilan. Saya cuma petani kecil. Tidak tahu apa-apa, malah dianiaya,” kata Slamet.
Dari data yang didapat media, Visum et Repertum terhadap Slamet dilakukan oleh dr. Juli Purwaningrum, Sp.F.M., dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soegiri nomor : 445/1762/413.209/2024 tanggal 25 Agustus 2024.
Sesuai dakwaan, perbuatan yang dilakukan oleh PD diancam dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Tetapi, pasal yang diterapkan oleh Jaksa Peuntut Umum (JPU) mendapat kritikan keras dari pengacara Slamet Riyadi, Dodik Firmansyah, SH. Dodik menegaskan, seharusnya pasal yang diterapkan JPU atau Kepolisian di tingkat penyidikan, ialah Pasal 351 ayat (2) KUHP, karena tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa masuk kategori penganiayaan berat.
Selain itu, hasil visum yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Juli Purwaningrum, Sp.F.M dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang dialami Slamet Riyadi.
“Terdapat jahitan 10, tapi hasil visum menyebutkan cuma 3. Ini sudah janggal. Barang bukti juga. Harusnya Polisi minta mengamankan barang bukti berupa baju korban dan balok kayu yang dibuat memukul korban. Faktanya di pengadilan tidak pernah disebutkan. Dari persidangan, pelaku membantah memukul. Saat ditunjukkan video saat korban berlumuran darah, baru pelaku diam. Penanganan kasus ini banyak janggalnya,” tegas Dodik Firmansyah.
Terkait dengan kasus ini, Dodik dengan tegas mengatakan, pihaknya akan mengadukan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Lamongan, Kepala Inspektorat Lamongan, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), serta Pj. Bupati Lamongan.
“Itu kami lakukan karena terdakwa ialah ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mengajar di salah satu SDN di Lamongan,” tegas Dodik.
Pewarta: Limbad/ACh
Tinggalkan Balasan