Negara Absen, Tengkulak Merajalela Derita Petani Manggarai Tak Kunjung Usai
KABUPATEN MANGGARAI, Nusa Tenggara Timur, dengan tanahnya yang subur dan potensi pertaniannya yang besar, seharusnya menjadi tumpuan ketahanan pangan lokal. Namun, kenyataannya berbicara lain. Di balik ladang-ladang hijau dan jerih payah petani, tersembunyi kenyataan pahit, harga hasil pertanian terus dipermainkan tengkulak, sementara negara hadir hanya setengah hati.
Investigasi jurnalis TrenNews.id, Kordianus, mengungkap bagaimana para petani Manggarai kesulitan memasarkan hasil panen mereka karena tidak adanya regulasi tegas dari pemerintah terhadap harga dan rantai distribusi. Ketergantungan kepada tengkulak telah menciptakan mata rantai yang timpang dan menyengsarakan.
“Pemerintah tidak total meningkatkan sektor pertanian sampai pada pemasaran. Mereka hanya bantu setengah-setengah,” ungkap Kordianus dalam laporannya dari lapangan. “Akibatnya, masyarakat kesulitan menjual hasil pertanian mereka karena harga selalu dimonopoli oleh para tengkulak.”
Petani di Manggarai tidak memiliki kekuatan tawar. Harga komoditas seperti kopi, cengkeh, jagung, hingga sayur-mayur sangat bergantung pada permainan tengkulak yang membeli dengan harga rendah dan menjual kembali dengan keuntungan berlipat. Para petani tak punya pilihan. Mereka harus menjual karena kebutuhan hidup mendesak.
Yang lebih ironis, tidak ada intervensi dari pemerintah untuk melindungi harga dasar komoditas. Mekanisme pasar dibiarkan liar tanpa kehadiran lembaga penyangga. Program-program bantuan pertanian hanya menyentuh permukaan, bibit dan pupuk, tapi tidak menyentuh inti persoalan, pasar dan harga.
“Coba bayangkan, harga komoditi petani fluktuatif. Seenak para tengkulak saja soal harga. Namun, pemerintah tidak pernah hadir untuk membela petani dalam hal ini,” imbuh Kordianus.
Padahal, selain pertanian, sektor perikanan dan perkebunan di Manggarai memiliki potensi besar. Namun semuanya menghadapi problem yang sama: minim dukungan dalam distribusi dan pemasaran. Infrastruktur jalan yang belum memadai, akses transportasi mahal, dan ketiadaan pasar permanen memperburuk nasib petani dan nelayan.
Sektor-sektor ini masih jauh dari standar pembangunan ekonomi yang seharusnya menjadi prioritas. Pemerintah daerah dan pusat terkesan lebih sibuk dengan proyek-proyek simbolik ketimbang membenahi fondasi kesejahteraan rakyatnya.
Sudah saatnya pemerintah berhenti bicara retorika. Yang dibutuhkan petani adalah regulasi harga yang adil, pasar yang berpihak pada rakyat, dan kehadiran negara dalam setiap proses produksi dan distribusi. Pemerintah wajib menghadirkan BUMDes atau koperasi tani yang bisa membeli hasil pertanian dengan harga pantas, menyaingi dominasi tengkulak.
Di saat harga pupuk naik, cuaca tidak menentu, dan biaya hidup terus meningkat, petani Manggarai masih dipaksa menerima harga jual yang memiskinkan. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal keadilan sosial.
Catatan Redaksi:
Petani adalah tulang punggung bangsa. Jika mereka terus diperas dan dipinggirkan, maka jangan pernah berharap ada kedaulatan pangan di negeri ini. Manggarai adalah potret nyata dari kegagalan negara hadir bagi rakyatnya sendiri.
Editor: Redaksi TrenNews.id
Reporter: Kordianus
Lokasi: Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur

Tinggalkan Balasan