Jumat, 27 Desember 2024

Penomena Timses Pasca Pilkada, Merasa Terabaikan

Ilustrasi

Dalam keyakinan tak ada lupa ini, lalu disangkutkan dengan satire politik pilkada. “Kalau jadi lupa”. Sesuatu yang pasti terjadi, meski secara parsial tak menyeluruh pada semua tim. Pemimpin selalu punya indra etis untuk melihat mana kawan, mana lawan (mana Sengkuni). Justru yang biasanya ada adalah politisasi kata “ditinggalkan”. Biar bisa menggiring emosi dan persepsi politik publik.

Dari kepentingan ini realisasi minor politik praktis kita. Lumrah, siapa yang terlihat politik praktis minta “hak”. Semacam minta komitmen dari perjanjian yang tak pernah dibuat, tetap mesti dimengerti. Tak ada makan siang gratis. Saya sudah memberi, saya wajib menerima balasan lebih. Itu biasa dalam politik riil. Tapi biasa juga untuk diingkari dengan realias situasi yang berubah.

Sosialis memang, namun itulah politik dalam hal yang paling praktis. Mereka yang ikut berjuang dalam politik, pasti menyelipkan kepentingan minornya dibawah dibawah kepentingan mayor. Tanpa itu politik tak berjalan.

Bagi mereka yang mendapatkan “bagian”, semuanya tidak menjadi soal. Semua akan menjadi baik-baik saja.

Lantas, apa yang membuat kawan politik merasa terlepas dari rantai kekuasaan? Lagi-lagi adalah komunikasi. Justru paska kemenangan politik, mereka tak lagi sempat merapatkan barisan. Apapun keperluan, mesti perlu komunikasi. Cukup sapa, sebutkan apa permintaan. Toh tak semua yang diinginkan diketahui atau dipahami oleh sang pemimpin. Tak perlu malu, apalagi canggung. Perkawanan politik itu sudah jadi bekal, dan kawan pasti tak datang sebagai penyamun.

Dalam politik, sebenarnya pemimpin selalu punya indra etis untuk melihat mana kawan, mana lawan (mana Sengkuni). Justru yang biasa ada adalah politisasi kata “ditinggalkan”, biar bisa menggiring emosi dan persepsi politik publik.

Yang tabu dalam politik itu adalah mereka yang berparas “Sengkuni”. Posisinya tidak jelas dalam tim sukses di Paket 1 atau Paket 2 atau Paket 3. Plintat plintut, warna politiknya tidak sesuai dengan pilihan tim politiknya (duri dalam daging tim sukses). Lalu pukul dada ketika ada kandidat lain yang berhasil memenangkan kontestasi politik.

Tim sukses tidak akan pernah melepaskan identitas dirinya sebagai wajah dari pemimpin, oleh karena sudah menjadi keharusan apabila kepentingan masyarakat terpenuhi, maka kepentingan individu akan terpenuhi. Dan inilah kebahagiaan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Karena persaingan apapun yang terjadi dalam tim sukses, janganlah persaingan dibangun atas suatu kebencian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini