Senja di Balik Sinar Mentari Sore
Ada saat dalam hidup ketika kita berdiri di antara terang dan gelap, di persimpangan waktu yang disebut senja.
Sore hari membawa kehangatan sisa, pantulan cahaya dari mentari yang perlahan turun ke peraduannya. Di balik sinar lembut itu, tersembunyi banyak cerita, tentang perjalanan panjang, tentang kehilangan yang sunyi, tentang harapan-harapan yang kadang terselip di antara keraguan.
Hidup, seperti senja, adalah tentang transisi, tentang bagaimana kita berpindah dari satu fase ke fase lain, seringkali tanpa benar-benar siap. Kita tumbuh, kita berubah, kita melepaskan. Ada kalanya, perubahan itu terasa getir. Ada kalanya, kita merindukan masa-masa yang pernah begitu hangat, begitu akrab, namun perlahan menjauh seperti mentari yang condong ke barat.
Namun di balik kerinduan itu, ada pelajaran berharga. Senja mengajarkan kita bahwa tidak semua yang memudar harus dilihat sebagai kehilangan. Ada keindahan dalam setiap perlambatan, ada makna dalam setiap akhir.
Kita sering terburu-buru mengejar terang, takut pada kegelapan. Padahal justru di antara keduanya, di batas antara siang dan malam kita diajak untuk berhenti sejenak, menarik napas dalam, dan bertanya, Sudahkah aku benar-benar hidup hari ini?
Sinar mentari sore yang temaram mengingatkan kita bahwa hidup bukan sekadar tentang berlari. Ia tentang menyadari, tentang mengalami, tentang menghargai. Bukan hanya mengejar tujuan, tapi menikmati perjalanan sekecil apa pun langkah itu.
Mungkin, di tengah hiruk-pikuk ambisi dan keinginan, kita lupa bahwa ada kekuatan dalam melepas. Bahwa tidak semua pertempuran harus dimenangkan; beberapa cukup kita hadapi dengan keberanian untuk melepaskan. Bahwa kadang, yang kita butuhkan bukan kemenangan baru, melainkan penerimaan yang tulus.
Seperti langit yang perlahan berubah warna, hidup kita pun penuh lapisan.
Ada harapan yang terang benderang, ada luka yang tak kasat mata, ada doa-doa yang pelan-pelan naik bersama angin sore. Semua itu membentuk siapa kita hari ini rapuh, namun kuat. Luka, namun tetap mampu tersenyum.
Di balik sinar mentari sore, ada pesan sunyi. Bahwa setiap akhir adalah awal yang tersembunyi. Bahwa dalam kegelapan yang akan datang, bintang-bintang akan lebih mudah terlihat.
Dan mungkin, dalam bias jingga yang membalut langit sore itu, kita akhirnya mengerti, bahwa hidup bukan tentang menghindari malam, tetapi tentang belajar menemukan cahaya baru di dalam diri kita sendiri.
Karena hidup, sejatinya, adalah rangkaian senja yang terus bergulir mengajarkan kita untuk mencintai setiap perubahan, merayakan setiap perpisahan, dan tetap melangkah, meski sinar mentari tak lagi secerah tadi.
Penulis : Asse Daeng Mallongi
Tinggalkan Balasan