Minggu, 28 Desember 2025

Pukat UGM Nilai Penghentian Kasus Tambang Konawe Utara Catatan Buruk Kinerja KPK

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman

Jakarta, TrenNews.id — Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyayangkan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tersebut menjadi catatan prestasi buruk bagi KPK. Pasalnya, sejak awal berdiri, KPK dikenal sangat selektif dalam menaikkan perkara ke tahap penyidikan.

“Ini merupakan catatan prestasi buruk bagi KPK. Sejak KPK didirikan, lembaga ini selalu selektif menetapkan sebuah perkara hingga ke tahap penyidikan,” kata Zaenur kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).

Menurut Zaenur, penghentian perkara ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi KPK, khususnya dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ia menekankan pentingnya kecukupan alat bukti sebelum perkara dinaikkan ke tahap penyidikan.

Selain itu, Zaenur juga mengkritik lamanya penanganan perkara tersebut. Ia menilai KPK tidak boleh menangani kasus secara berlarut-larut dan harus memastikan setiap perkara diselesaikan tepat waktu demi menjamin kepastian hukum.

“KPK harus melakukan evaluasi penanganan setiap perkara. Ketika sebuah perkara sudah berjalan lama, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus ada kepastian hukum,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK resmi menerbitkan SP3 terhadap kasus dugaan korupsi izin tambang yang disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 2,7 triliun.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut perkara tersebut terjadi pada 2009 dan setelah dilakukan pendalaman di tahap penyidikan, penyidik tidak menemukan kecukupan bukti.

“Tempus perkaranya tahun 2009 dan setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti,” kata Budi.

Ia menjelaskan, penerbitan SP3 dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait. Meski demikian, KPK menyatakan tetap terbuka apabila masyarakat memiliki informasi atau bukti baru terkait perkara tersebut.

Sebagai informasi, kewenangan KPK menerbitkan SP3 diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang merupakan hasil revisi UU KPK.

Kasus dugaan korupsi ini pertama kali diumumkan KPK pada 3 Oktober 2017. Saat itu, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka. Penetapan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang.

KPK menyebut kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut mencapai sedikitnya Rp 2,7 triliun, yang berasal dari penjualan produksi nikel melalui proses perizinan yang diduga melawan hukum.

Pewarta: Andi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini