Kajati NTT Berhasil Kembalikan Rp 11,6 Milyar Kerugian Negara Kasus Korupsi
KUPANG, TRENNEWS.ID – Dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT) , Zet Tadung Allo, S.H., M.H., mengungkapkan capaian signifikan pemberantasan korupsi di Nusa Tenggara Timur sepanjang tahun 2024.
Sejak menjabat pada Juni 2024, Zet menekankan pentingnya pendekatan berkualitas dalam menangani kasus korupsi, bukan sekedar memenuhi target kuantitas.
“Kami tidak hanya berorientasi pada berapa banyak kasus yang dibawa ke pengadilan, tetapi memastikan penanganannya bermutu dan memberikan efek jera,” ujar Zet Tadung Allo dalam jumpa pers di kantornya pada Senin (9/12/2024) kemarin.
Kejati NTT berhasil membawa 76 perkara ke pengadilan, terdiri dari 67 perkara hasil penyidikan kejaksaan dan 9 perkara hasil penyidikan Polri. Dari jumlah tersebut, 49 perkara telah dieksekusi, sementara sisanya masih dalam proses hukum.
Zet menjelaskan bahwa dugaan kerugian negara dari kasus-kasus tersebut mencapai Rp137,7 miliar, dengan Rp11,6 miliar berhasil dipulihkan.
“Kami juga menghentikan beberapa kasus di tahap penyelidikan dan penyidikan, lalu mengembalikannya ke inspektorat kabupaten/kota jika kerugian negara dinilai kecil dan dapat diperbaiki,” ungkap Zet Tadung yang didampingi Asisten Pidsus Ridwan Sujana Angsar, S.H., M.H., dan Koordinator Pidsus, Fredy Simanjuntak, S.H., M.H., dan Johanes Kardinto, S.H. M.H.
Ia menambahkan, pendekatan ini diambil untuk memastikan keadilan, khususnya dalam kasus dengan kerugian di bawah Rp 50 juta.
“Tidak semua kasus harus berakhir di penjara. Pendekatan yang manusiawi tetap penting,” tegasnya.
Zet juga menekankan pentingnya membedakan peran pelaku dalam kasus korupsi.
“Seorang bendahara yang hanya mengikuti perintah atasannya, misalnya, tidak kami proses sebagai pelaku utama. Kami fokus pada pelaku utama, yaitu kepala yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut,” jelasnya.
Namun demikian, langkah tegas tetap diambil, terutama untuk kasus yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti proyek infrastruktur yang cepat rusak.
“Kami tidak bisa menoleransi pemborosan anggaran, terutama untuk proyek vital seperti jalan dan irigasi,” ungkapnya.
Zet menambahkan bahwa keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia menjadi hambatan besar dalam pemberantasan korupsi.
Saat ini, rata-rata setiap Kejaksaan Negeri (Kejari) hanya menangani dua perkara per tahun.
“Jika anggaran dan SDM memadai, kami yakin bisa melimpahkan lebih dari 100 perkara ke pengadilan setiap tahun,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan